Martin Griffiths Katakan Masa Depan Gaza Kian Suram dan Sulit

Martin Griffiths Katakan Masa Depan Gaza Kian Suram dan Sulit

PALESTINE– Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah memperingatkan bahwa wilayah Palestina tidak bisa lagi dihuni, tapi Israel masih saja ngeyel mengebom Gaza. Pada Jumat (05/01/2024), Serangan Israel telah menghantam kota selatan Khan Yunis dan Rafah serta bagian tengah Gaza. “Pasukan Israel terus bertempur di seluruh bagian Jalur Gaza, di utara, tengah dan selatan,” kata Juru bicara militer, Daniel Hagari pada Jumat (05/01/2024) malam, dilansir Al Arabiya.

Hagari mengatakan pasukan Israel mempertahankan “kesiap siagaan yang sangat tinggi” di perbatasan Lebanon, menyusul terbunuhnya seorang komandan penting Hamas, Saleh Al-Arouri dalam serangan di Beirut. Kemudian, Israel mengebom Gaza pada Sabtu (06/01/2024), ketika PBB memperingatkan bahwa wilayah Palestina menjadi “tidak dapat dihuni” setelah tiga bulan pertempuran.

Tentara Israel mengatakan pasukannya telah “menyerang lebih dari 100 sasaran” di Gaza selama 24 jam sebelumnya, termasuk posisi militer, lokasi peluncuran roket, dan gudang senjata. Sebagian besar wilayah tersebut menjadi puing-puing, Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan pada hari Jumat (5/1/2024) bahwa “Gaza menjadi tidak dapat dihuni”.

Serangan Israel pada Sabtu (06/01/2024) pagi di kota Rafah di Gaza selatan, yang menjadi tempat ratusan ribu orang mencari perlindungan dari pertempuran tersebut. Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas mengatakan pihaknya mencatat 162 kematian pada periode yang sama. Israel belum mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Namun seorang pejabat pertahanan Amerika Serikat(AS) mengatakan, bahwa Israel lah yang melakukan serangan tersebut. Perang Israel dengan kelompok militan Hamas telah berlangsung sejak (07/10/2023), tambah hari kian mengancam menelan wilayah yang lebih luas. Warga sipil terus menanggung dampak paling parah dari konflik ini. PBB sudah berulang kali memperingatkan eskalasi kedua belah pihak bertikai akan semakin memperparah krisis kemanusiaan.

Seiring bertambahnya waktu, warga Gaza menderita kelaparan dan mulai terjangkit penyakit. Badan Anak-anak PBB memperingatkan bahwa bentrokan, kekurangan gizi dan kurangnya layanan kesehatan telah menciptakan “siklus mematikan yang mengancam lebih dari 1,1 juta anak” di Gaza. Sebut saja, Abu Mohammed (60), yang melarikan diri ke Ramafah dari pusat kamp pengungsi Bureij. Ia mengatakan (menurutnya), masa depan Gaza “gelap dan suram serta sangat sulit”.

Rekaman pada hari Jumat menunjukkan seluruh keluarga, yang mencari keselamatan dari kekerasan, tiba di Rafah dengan mobil yang penuh muatan dan berjalan kaki, mendorong gerobak tangan yang penuh dengan barang-barang. “Kami melarikan diri dari kamp Jabalia ke Maan (di Khan Yunis) dan sekarang kami melarikan diri dari Maan ke Rafah,” kata seorang perempuan yang menolak menyebutkan namanya. “(Kami) tidak punya air, tidak ada listrik, dan tidak ada makanan,” lanjutnya.

Perang di Gaza dipicu oleh serangan Hamas, yang belum pernah terjadi sebelumnya, terhadap Israel, yang mengakibatkan kematian sekitar 1.140 orang. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, menurut penghitungan berdasarkan angka resmi Israel. Para militan juga menyandera sekitar 250 orang, 132 di antaranya masih disandera, menurut Israel, termasuk setidaknya 24 orang yang diyakini telah terbunuh, dikutip dari Al Jazeera. Sebagai tanggapan, Israel melancarkan pemboman tanpa henti dan invasi darat yang telah menewaskan sedikitnya 22.600 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Redaksi 02

Internasional