DEPOK – Kematian dalam sunyi kembali terjadi. Mereka mengembuskan napas terakhir tanpa ada keluarga di sampingnya. Sepanjang 2023 saja, setidaknya ada empat kasus yang terekspos publik. Tahun ini sudah ada dua kasus serupa. Teranyar, seorang lansia berinisial CW (74) ditemukan tidak bernyawa dalam keadaan membengkak di rumahnya, Jalan Singgalang, Kecamatan (Kec.) Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/01/2024).
Ketua Departemen Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, fenomena itu menunjukkan suatu kompleksitas problem individu sekaligus problem sosial. Jika tren kematian dalam sunyi jumlahnya meningkat, kata dia, hal itu menjadi peristiwa publik yang harus segera menjadi perhatian serius semua pihak, “Karena bukan sekedar persoalan privat tetapi persoalan publik,” ucap Ubedilah, Senin (15/01/2024).
Menurut dia, setidaknya ada dua faktor utama kematian dalam sunyi masih terjadi, yaitu faktor internal individu dan eksternal. Dari faktor internal, biasanya dipicu oleh individunya yang sedang sakit yang tidak ingin diketahui orang lain, atau karena depresi tidak menerima derita yang dialaminya.
Di sisi lain, kata Ubedilah, bisa saja karena kehidupan dirinya yang tidak memiliki kesadaran atau kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain, “Atau sering disebut asosial, ia merasa lebih nyaman dengan kesendiriannya,” ucap Ubedilah.
Dari faktor eksternal, contohnya adalah tekanan kehidupan sosial ekonomi yang sangat berat yang membuat dirinya depresi dan memilih jalan menyerah dengan menutup diri dari kehidupan sosialnya, “Depresi akibat situasi eksternal ini biasanya menyangkut beratnya hidup dan ketidakberdayaannya mengikuti kehidupan sosial ekonomi saat ini,” kata Ubedilah.
Lebih jauh, Ubedilah memandang, faktor eksternal yang sangat berbahaya adalah ketika masyarakat sekitarnya juga hidup dalam situasi yang sama-sama asosial. Mereka adalah masyarakat yang individualistik atau masyarakat yang tidak guyub, tidak saling peduli, tidak saling mengenal secara dekat satu sama lain, atau masyarakat yang tidak memiliki kohesivitas sosial yang sehat.
“Padahal mereka hidup bertetangga, tetapi tidak ada ruang publik untuk membuat antar tetangga itu saling menyapa atau berkomunikasi secara natural,” kata dia.
Redaksi02