Mega Proyek Rawan Bencana Tunnel Samarinda

Mega Proyek Rawan Bencana Tunnel Samarinda

SAMARINDA – Mega proyek terowongan jalan (tunnel) bernilai Rp395 miliar yang berlokasi di Kelurahan Selili dan Kelurahan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ditengarai rawan menjadi bencana. Pasalnya, tunnel yang dibangun untuk menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin menuju Jalan Kakap ini dibangun tanpa penyangga.

Hal tersebut terungkap saat Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda menggelar inspeksi mendadak (sidak) di lokasi proyek. Ketua Komisi III Angkasa Jaya menemukan adanya indikasi proyek bernilai “wah” ini tidak aman dan mengancam para pengguna jalan. “Ketika Kami melakukan sidak ke lokasi, tampak tidak ada penyangganya,” ungkap Angkasa Jaya kepada Eksekutor.com usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Kantor DPRD Samarinda, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Senin (15/01/2024).

Belakangan, lanjut dia, setelah sidak tersebut, penyangga terowongan tersebut baru saja diberikan. Menurut dia, tunnel tersebut bakal dimanfaatkan banyak orang, sehingga jika keamanannya tidak diawasi, tidak diuji dengan baik, maka akan menjadi ‘bom waktu’ di masa mendatang. Jika terjadi bencana, banyak korban bisa melayang. “Baru saja diketahui sudah diberikan penyangganya. Namun, menurut saya, terowongan ini dimanfaatkan untuk orang banyak dan jangka panjang, sehingga safety harus teruji,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini mengatakan bahwa DPRD Kota Samarinda pernah bersurat ke Dinas Pekerjaan Umum Kota (DPU) Samarinda untuk bisa melakukan studi banding, di mana pernah dilakukan pekerjaan yang sama di pulau Jawa. “Pihak DPU Kota Samarinda tidak berani ikut serta dalam kegiatan tersebut, dengan alasan Wali Kota Samarinda Andi Harun tidak perbolehkan,” ungkapnya.

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Samarinda ini sangat mengkhawatirkan keselamatan masyarakat Samarinda, saat fasilitas terowongan tersebut dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Dikatakan Angkasa Jaya, belajar dan menggali pengalaman di daerah lain perlu dilakukan untuk kebaikan proyek, sehingga  melarang studi banding adalah hal yang aneh. “Tentunya ini perlu di tanyakan, kok bisa melarang, padahal untuk kepentingan masyarakat dan keselamatannya saat menggunakan fasilitas terowongan tersebut,” ucapnya.

Selain mengantisipasi terjadinya bencana runtuhnya terowongan, studi banding juga diperlukan untuk menjawab masalah lingkungan yang timbul akibat proyek terowongan. Menurut Angkasa Jaya, pembangunan jalan layang atau flyover di Samarinda dapat menjadi pelajaran berharga, karena berpotensi menjadi penyebab banjir. “Selain rawan dalam penggunaan terowongan tersebut, dampak lingkungan juga mesti diperhatikan. Kita belajar dari pengalaman pembangunan flyover penghubung jalan Juanda ke Jalan Wahab Syahranie, yang telah menyebabkan banjir di area tersebut,” ungkapnya.

Dikatakan Angkasa Jaya, DPRD Kota Samarinda telah mempertanyakan juga perihal dampak lingkungan itu, dan dari hasil pemantauannya, tidak ada saluran air yang baik, sehingga kemungkinan dapat menyebabkan banjir di lingkungan terowongan tersebut. Pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda ternyata memberikan konfirmasi ke dirinya bahwa tidak ada kejelasan terkait antisipasi dampak banjir. “Saya juga sudah menanyakan perihal tersebut ke DLH Kota Samarinda, ternyata diakui pihak DLH Kota Samarinda belum ada kejelasan yang jelas dari program pembangunan terowongan tersebut,” tambahnya.

Angkasa Jaya menyebutkan pula bahwa masih banyak masalah yang belum diungkapkan, hal ini karena program Wali Kota Samarinda tidak diberikan gambaran jelas, dan DPRD Kota Samarinda tidak dilibatkan untuk uji kelayakan pihak kontraktor. “Kami sudah mengetahui, ketika telah ditetapkan pihak pekerja dan diketahui PT Pembangunan Perumahan selaku kontraktornya. Pihak Dinas Perhubungan Kota Samarinda juga belum bisa memberikan gambaran yang jelas terkait arus lalu lintas di lintasan terowongan tersebut,” pungkasnya.

Di tempat terpisah, saat awak media ke tempat kegiatan pembangunan terowongan tersebut, pihak kontraktor enggan untuk diwawancarai dan harus ada buat janji dengan pihak DPU Kota Samarinda. Menurut informasi yang berhasil diperoleh di lokasi proyek, terungkap bahwa ada masalah soal pembebasan lahan, belum selesai. Progres proyek juga baru mencapai 50 meter, jarak terowongan yang telah dibangun baru sekitar 400 meter, dengan lebar galian sekitar 12,8 meter dan tinggi 10,5 meter. Setelah dibangun, ukuran operasional akan menyesuaikan, yakni lebar 9 meter dan ketinggian sekitar 5,4 meter. []

Redaksi / INR

Berita Daerah Headlines Kasus