‘Rumah-Rumah Hantu’ di Tenggarong Seberang

‘Rumah-Rumah Hantu’ di Tenggarong Seberang

Ratusan rumah bagi abdi negara telah terbangun, berikut fasilitasnya yang diambil dari duit negara. Anehnya, itu semua dibiarkan mangkrak. Kondisi rumah pun sudah banyak yang rusak berat, meski baru selesai dibangun. Pengembangnya PT Citra Gading Asritama.

Sejumlah tanaman perdu menjulang nyaris menghalangi pemandangan dua deret rumah beton beratap genteng merah. Jalan semenisasi yang diapit tampak menyempit, ‘termakan’ tumbuhan menjalar liar. Di salah satu sisi jalan, berdiri tiang listrik usang bertangkai tapi tak berlampu. Kabel penghantar listrik juga terhubung dari satu tiang ke tiang lainnya, meski tak teraliri tenaga.

Itu adalah narasi salah satu bagian kompleks perumahan korps pegawai negeri (korpri) di Desa Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), siang itu, di akhir Juni 2014 lalu. Jika dikalkulasi, ada lebih dari 50 unit rumah gandeng yang telah berdiri di daerah tersebut. Dan tak satupun keluarga pegawai negeri yang tampak mendiami rumah-rumah itu.

Kondisi rumah, hanya sebagian yang bagus, sebagian ada yang sudah runtuh, dinding retak dan jebol, atap bolong, cat terkelupas. Rata-rata, selain kotor tak terawat, di dalam dan sekiling rumah-rumah dirimbuni ilalang dan tanaman perdu. Persis rumah hantu seperti di film-film horor. Siang hari saja terasa seram berada di lingkungan perumahan itu, terlebih pada suana gelap gulita di malam hari.

Tiang-tiang listrik juga terlihat tak terurus. Ada tiang-tiang berdiri tak berkabel dan ada yang tegak berdiri jauh di tengah ilalang. Pipa-pipa air tampak menjalar di sisi drainase jalan. Sepertinya jaringan air bersih telah dipasang di tempat itu. Sebagian bahkan terlihat tersambung ke rumah-rumah.

Di ujung kompleks, terdengar suara mesin meraung-raung. Saat didekati, itu adalah sebuah eksavator dengan seorang operator yang tengah bekerja mematangkan lahan. Tak jauh dari lokasi alat berat, terdapat sebuah rumah yang di dalamnya tampak empat orang berkulit cokelat tengah bekerja.

Ketika disambangi, orang-orang yang mengaku merantau dari pulau seberang ini, tampak akrab dan menerangkan bahwa mereka tengah bekerja memperbaiki dan merenovasi rumah seseorang yang tinggal di Tenggarong. Informasinya, rumah itu dibeli dari seorang pegawai, pemilik awalnya.

Di rumah lain, tak jauh dari mulut pintu masuk perumahan, tampak seorang bertubuh tambun sedang membersihkan rumah dan bercocok tanaman ringan di pekarangan. Pria yang mengaku pegawai di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kukar ini menyebut, belum akan meninggali rumahnya itu dalam beberapa bulan ke depan. Selain karena masih sepi, listrik dan air pun belum terpasang.

Pria yang tak berkenan membuka identitas namanya ini mengaku, rumah tersebut adalah miliknya. Jatahnya ia dapat dapat dengan membayar uang muka. “Ya, ini memang kredit, bayar cicilannya pun sesuka kita,” kata pria itu. Menurutnya, cicilan dibayarkan ke pengembang, PT Citra Gading Asritama (CGA).

Diungkapkannya, harga per unit rumah berukuran 36 meter persegi itu pada awalnya Rp 67,5 juta. Namun belakangan naik menjadi Rp 72,5 juta. “Rumah yang ada di sini jumlahnya 200an unit. Semua sudah ada pemiliknya, tapi belum ada yang menempati,” ungkap lelaki itu.

Sementara pada Juni 2011 silam, di Pendopo Odah Etam Tenggarong, dilakukan penandatanganan persetujuan akad kredit perumahan Korpri Tenggarong Seberang oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim Cabang Tenggarong oleh perwakilan anggota Korpri, disaksikan Bupati Kukar Rita Widyasari.

Itu artinya, pembelian perumahan korpri melalui pihak ketiga, yakni BPD Kaltim. Namun pernyataan pria tambun yang mengaku pemilik salah satu unit rumah korpri tersebut menyebut bahwa pembayaran kredit dilakukan langsung ke CGA. Apa mungkin pembelian rumah melalui pihak ketiga dibatalkan?

Sementara, Sekretaris Korpri Kukar, Sugiarto, kepada wartawan mengungkapkan, sejak direncanakan tahun 2004, realisasi pembangunan perumahan korpri Tenggarong Seberang memang banyak terkendala. Karena itu pada medio 2007-2008, proyek rumah baru berjalan. Hingga 2013, proyek sempat tersendat.

Yang terbangun ketika itu hanya 50 unit rumah. Alasan mandeknya proyek, karena pihak pengembang menghentikan pembangunan secara sepihak sebelum ada perjanjian kredit dengan pihak Korpri. Kala itu, pengembang khawatir jika rumah terus dibangun akan mengalami kendala pemasaran

Dan di tahun 2014 ini, tahap pertama pembangunan rumah tersebut tuntas, yakni 250 unit rumah. Kini tinggal memasuki tahap kedua sempat terkendala lahan. Selain itu, juga ada kendala revisi kontrak pembangunan rumah dengan pengembang.

Dijelaskan, perubahan perjanjian kerjasama tersebut dibutuhkan mengingat ada beberapa item yang dinilai perlu untuk diperbaiki. Seperti spesifikasi terkait bahan atau material bangunan yang digunakan.

Menurutnya, dalam perjanjian sebelumnya tidak disebutkan kepastian jenis material yang harus digunakan. Untuk hal ini, menurut Sugiarto pihaknya sudah berkoordinasi dengan PT Citra Gading Asritama yang mengatakan tidak masalah jika memang dilakukan perubahan dimaksud.

Dikatakan, pihak pengembang hanya menegaskan tentang perubahan kesesuaian nilai harga jika memang dilakukan perubahan jenis material bangunan. “Pihak pengembang pada dasarnya tidak masalah untuk perubahan perjanjian kerjasama. Mereka hanya minta agar perubahan spesifikasi material itu disertai dengan kesesuaian harga. Ini artinya akan ada perubahan atau kenaikan harga per unit rumah yang dibangun,” kata Sugiarto.

Menurutnya, sekarang ini sudah ada sekitar 700 orang pegawai yang mengajukan rumah itu. Semua berpeluang dapat sepanjang belum memiliki rumah pribadi. Jika tidak bisa dipenuhi di tahap pertama, maka di tahap selanjutnya. Yang jelas, dari perjanjian awal, rumah untuk pegawai yang akan dibangun ini sebanyak 1.338 unit.

RAWAN KORUPSI

Nuralim, Ketua LIBAS GP Ansor Kukar

Sementara menurut Ketua Lembaga Investigasi dan Pemberantasan Praktik Rasuah (LIBAS) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kukar, Nuralim, ada yang janggal dalam pengadaan rumah para abdi negara tersebut. Keanehannya terletak pada pemanfaatan rumah, sudah lama terbangun tetapi tak ada satupun yang menempati.

“Ya, memang rumah itu memang katanya dibeli pakai uang pribadi pegawai. Tetapi tidak bisa donk dibiarkan mangkrak tak ditempati begitu. Karena saya yakin, banyak anggaran daerah yang tersedot ke sana. Misalnya lahan, itu kalau tidak salah punya daerah. Lalu jaringan listrik dan air,” papar Nuralim.

Melihat kondisi di sana, kata dia, yang muncul adalah kesan mubazir. Jaringan listrik dan air bersih sudah terbangun dengan anggaran miliaran, tetapi sampai sekarang tak difungsikan. Belum lagi akses jalan yang sudah terbangun rapi, berupa semenisasi. “Rumahnya jadi rumah hantu, jalannya yang lewat ya hantu juga kalau begitu,” tandas Nuralim.

Untuk proyek perumahan korpri, pihaknya mengaku belum mengetahui banyak namun sekarang tengah melakukan investigasi untuk mengungkap indikasi korupsi. “Saya melihatnya proyek ini rawan korupsi. Untuk mendalaminya kami meminta salinan kontrak kerja sama antara pengembang dengan organisasi Korpri dan dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara,” papar Nuralim.

Selain itu pihaknya juga berusaha mendapatkan salinan surat keputusan penerima rumah korpri. “Banyak rumah yang dibangun kondisinya hancur, tapi saya tidak mendengar Korpri mengeluhkan. Saya dengar juga, rumah itu katanya dibeli, tapi belum dibayar. Ada yang tidak beres,” kata Nuralim.

Sementara posisi CGA, selaku pengembang, juga patut dipertanyakan. Pasalnya, CGA menjadi pengembang atau investor proyek perumahan Korpri ditengarai tidak melalui proses tender, melainkan penunjukkan langsung. “Ini perusahaan kontraktor atau bagaimana? Bagaimana bisa dapat pekerjaan ini? Pakai lelang? Penunjukan langsung? Ini semua perlu diaudit,” kata Nuralim.

Peran CGA di proyek Perumahan Korpri tampaknya serupa dengan posisinya di proyek RWP, hanya sebagai kedok, bukan tujuan utamanya berinvestasi. Buktinya, CGA pada tahun 2008 mendapat pekerjaan pembangunan jalan dan infrastruktur perumahan Korpri Desa Perjiwa di Tenggarong Seberang senilai Rp 21,3 miliar. Kemudian proyek SMKN 3 Unggulan yang lokasinya juga berdekatan dengan Perumahan Korpri. Apakah tak teresan janggal? []

Serba-Serbi