JAWA BARAT – Gerakan Peduli Pendidikan Indonesia (GPPI) belum lama ini kembali menyoroti kebijakan pemerintahan terkait pendidikan khususnya dalam rekrutmen guru menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebagaimana dilansir dari Radar Jabar, Dengan program PPPK yang berlaku saat ini, GPPI menilai tak ubahnya seperti penculikan ala PKI. Karena selam ini, guru yang berhasil dididik di lembaga swasta setelah lolos PPPK harus ngajar di sekolah negeri.
“Ketika diangkat jadi PPPK maka harus mengajar di negeri, sedangkan mereka dididik hingga mempunyai karakter seorang guru itu di swasta. Lama mengajar di swasta tapi ketika diangkat PPPK ditugaskan di negeri,” ungkap Ketua Umum GPPI, Ahmad Yusuf saat diwawancarai awak media, Senin (10/06/2024) lalu.
Harusnya, pria yang biasa karib disapa Kang Aye itu menegaskan, guru yang lolos jadi PPPK itu dikembalikan ke sekolah asalnya, setidaknya ia memiliki otoritas, bisa menjadi penyemangat bagi guru yang lain, sehingga tidak ada dikotomi antara negeri dan swasta.
“Saya minta kepada menteri pendidikan dan kemenpan RB, mengenai aparatur negara untuk mengembalikan guru yang lolos PPPK ke tempat asalnya mengajar. Jangan kau bajak orang kami, bijaklah, jadi jangan menjadi pembajak tetapi harus menjadi orang yang bijak,”
Bahkan, dia juga menuntut kedaulatan swasta dalam mendidik anak bangsa. Menurutnya jika kebijakan pemerintah mengharuskan guru yang lolos PPPK mengajar di negeri sama saja kemendikbud dan KemenPAN RB bertindak bak penjajah.”Kembalikan kedaulatan kami jangan kau rebut orang yang sudah kami didik,orang yang sudah berjuang bersama-sama dengan kami, negara harus hadir sebagai pengayom bukan sebagai penjajah, menurut saya mendikbud dan Menpan-RB adalah penjajah di sekolah-sekolah swasta,” tandasnya.
Khusus untuk sekolah Negeri, sambung Kang Aye, jika masih memerlukan tenaga pengajar, menurutnya mengangkat lagi sebagaimana rekrutmen ASN. “Ngangkat lagi saja ASN membuka formasi. Toh, uang negara ini besar. Dari mana cost anggarannya? pangkas saja anggaran mamin (makan minum) pejabat, perjalanan dinasnya. Yakin tidak akan bikin bangkrut negara ini,” imbuhnya.Selain itu, Kang Aye juga menyebut bahwa kebijakan pemerintah yang mendikotomi lembaga sekolah antara negeri dan swasta, terlebih, kata dia, soal anggaran.
Menurutnya, swasta bisa memberikan pelayanan pendidikan gratis manakala anggaran pendidikan berkeadilan. Sebagai contoh, kata dia, BOPD Provinsi jawa barat untuk sekolah negeri dan swasta itu selisihnya sangat jauh ibaratkan langit dan bumi.
“Swasta hanya diberikan persatu siswa RP500, yang disebut dengan BPMU, kemudian dana BOS persiswa hanya satu juta lima ratus, berarti sekolah swasta hanya mendapatkan satu orang anak dari negara itu dua juta lima puluh ribu pertahun,” bebernya.
“Sementara negeri persiswanya hampir empat juta, kemudian gurunya juga sudah PNS, artinya negara tidak berkeadilan disini,” pungkasnya.[]
Putri Aulia Maharani