JAKARTA – Pemanasan global yang terjadi di Arab makin parah, hal itu terbukti dengan meningkatnya suhu di wilayah tersebut menjadi 50 derajat celcius. Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, Padahal, Arab Saudi selama ini sudah menjadi salah satu negara terpanas di dunia. Situasi ini bahkan dilaporkan mengancam nyawa warga. “Cuacanya sangat panas dan mataharinya sangat menyengat. Saya selalu merasa lelah dan letih,” kata warga sekitar, pria berusia 26 tahun bernama Mohammed asal Pakistan yang dilansir AFP, dikutip Sabtu (10/8/2024).
Meningkatnya suhu disebabkan oleh perubahan iklim. Para ahli memperingatkan musim panas yang terik bisa menjadi lebih panjang dan lebih panas seiring dengan menghangatnya planet. Di Juni sebenarnya Arab Saudi sudah melihat efek dari panas terik luar biasa itu. Kala itu, lebih dari 1.300 orang meninggal saat melaksanakan ibadah haji tahunan Muslim ke Mekkah.
Untuk melindungi para pekerja, Arab Saudi diketahui telah melarang pekerjaan di bawah sinar matahari langsung dan di area terbuka antara tengah hari dan pukul 15.00. Aturan bahkan berlaku hingga pertengahan September sebagai bagian dari kebijakan “istirahat siang” yang telah lama berlaku dan diadopsi secara luas di seluruh Teluk.
Namun banyak pekerja seperti Mohammed tak memiliki pilihan. Apalagi ia bekerja di sektor pengiriman. Akibatnya mereka tetap bekerja meski sudah ada anjuran untuk menghindari waktu tertentu. Padahal ini mengancam nyawa. Hal sama juga dikatakan Shakil, seorang pengemudi pengantar asal Bangladesh berusia 22 tahun. Matahari sangat terik, namun ia tak mampu beristirahat.
“Matahari sangat terik, tetapi saya tidak bisa bolos kerja di siang hari,” katanya. “Saya akan kehilangan banyak uang,” tegasnya. Menurut laporan terbaru badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pekerja di negara-negara Arab menghadapi paparan stres panas tertinggi di dunia. Di mana 83,6% menderita paparan panas berlebihan di tempat kerja.
“Bekerja di bawah terik matahari siang di Arab Saudi menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi para pekerja pengiriman,” kata peneliti nonresiden senior di Middle East Institute di Washington, Karim Elgendy. “Tubuh mereka dapat menjadi terlalu panas dan berbahaya, yang dapat menyebabkan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa seperti sengatan panas,” ujarnya.
“Tekanan untuk memenuhi tenggat waktu pengiriman sering kali membuat para pekerja sulit untuk beristirahat yang cukup, yang berpotensi meniadakan tindakan perlindungan seperti minum air dan mengenakan pakaian tipis,” jelasnya.
Pada awal Januari 2024 lalu, Jam Kiamat 2024 menjelaskan Bumi semakin dekat dengan kehancuran. Salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran itu adalah perubahan iklim karena tidak kuatnya komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kini, berbagai penelitian bak membuktikan hal itu benar-benar bisa terjadi. Seperti yang tertuang dalam laporan terbaru para ilmuwan di University of Colorado Boulder (CU) yang menjelaskan pencairan es di Samudra Arktik maju satu dekade atau 10 tahun lebih cepat. []
Putri Aulia Maharani