SAMARINDA – Kasus gondongan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur mengalami tren kenaikan dalam belakangan terakhir ini. Sebagaimana dilansir dari TribunKaltim.co, mengacu pada data yang dihimpun Dinas Kesehatan Kota Samarinda terungkap, pada September sampai awal Oktober 2024 telah terjadi 380 kasus gondongan di Kota Samarinda.
Karena itu masyarakat Samarinda harus waspada dan mengetahui secara mendalam soal gondongan karena penyakit ini menular dan bisa melalui cipratan air ludah dan udara.
Dokter Jaya Mualimin yang juga sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur memberikan tips dalam mencegah penyakit gondongan.
Dia menjabarkan, untuk menghindari penyakit gondongan ini diperlukan kebersihan tubuh. Jika fisik bersih pastinya kemungkinan bisa terhindari dari gondongan.
“Yakni mencuci tangan dengan benar sebelum makan dan minum,” ujarnya.
Kemudian menghindari anak-anak yang sedang gondongan, bila anak sakit segera dibawa ke dokter dan istirahat.
“Bagi yang gondongan harus pakai masker. Lebih baik lagi kita pakai masker semuanya,” kata dr. Jaya Mualimin.
Dokter Jaya Mualimin, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, membeberkan, pada tahun lalu di Kabupaten Berau terdapat 4 kasus yang 3 di antaranya meninggal dunia.
Asal muasalnya dianggap gondongan biasa, namun ternyata penyebabnya adalah difteri.
“Makanya tahun lalu kita lakukan vaksinasi massal,” ungkapnya.
Dunia kesehatan menyadari bahwa tidak semua orang tua peduli akan pentingnya vaksinasi lengkap untuk anak-anak.
Sebab ungkapnya banyak spekulasi liar yang mengatakan vaksinasi merupakan agenda terselubung organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk menanamkan chip di tubuh masyarakat.
“Saya pikir itu terlalu tinggi pembicaraannya. Padahal kan fungsinya untuk menurunkan angka kesakitan, termasuk gondongan, diare, serta penyakit-penyakit paru,” ujarnya.
Ke depan Dinkes Kaltim akan mendorong agar 90-100 persen balita di Benua Etam mendapatkan vaksinasi lengkap.
Sekarang masih di bawah 75 persen. Sekarang digalakkan vaksin polio sampai dua kali tetes.
Tetes pertama cakupannya sudah mencapai 89 persen. Tetes kedua itu baru hitungan 38 persen.
“Disparitasnya terlalu tinggi, seharusnya kan minimal 85 sampai 89 persen,” tuturnya.[]
Putri Aulia Maharani