Kepala BPJN Kalbar Dedy Terseret Kasus Penganiayaan Dokter Koas Pasca OTT di Kaltim

Kepala BPJN Kalbar Dedy Terseret Kasus Penganiayaan Dokter Koas Pasca OTT di Kaltim

PALEMBANG – Nama Dedy Mandarsyah kini jadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagaimana dilansir dari TRIBUNKALTIM.CO, Hal ini imbas kasus penganiayaan dokter koas di Universitas Sriwijaya (Unsri), Palembang, Sumatera Selatan. Dedy Mandarsyah saat ini masih menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar).

Menurut KPK namanya pernah disebut dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) BBPJN Kalimantan Timur (Kaltim) pada bulan November 2023 lalu. Kala itu sebelas orang diamankan dalam OTT KPK. Belasan orang yang ditangkap ini terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta. KPK lalu menetapkan lima orang sebagai tersangka suap dari 11 yang terjaring.

Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK Herda Helmijaya mengatakan, nama Kepala Balai BPJN Kalbar Dedy Mandarsyah pernah disebut-sebut dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Kaltim. Herda menegaskan, hal tersebut membuat KPK semakin kuat untuk melakukan pendalaman terhadap kekayaan Dedy sebesar Rp 9,4 miliar.

“Saat KPK menangani kasus OTT BBPJN Kaltim akhir 2023, nama yang bersangkutan sebetulnya juga sudah disebut-sebut,” ujar Herda, Minggu (15/12). “Hal itu makin menguatkan untuk segera dilakukan pendalaman (terhadap kekayaan Dedy Mandarsyah),” sambung dia.

Herda menjelaskan, jika KPK sudah memiliki data yang kuat, maka mereka akan memeriksa Dedy. KPK bisa juga memeriksa rekening anak dan istri dari Dedy. “Saat ini masih mengumpulkan bahan analisis termasuk anomali-anomali yang ada di LHKPN-nya,” ujar Herda.

Ia menjelaskan, setelah KPK membuat kesimpulan mengenai analisis kekayaan Dedy, barulah mereka membuat keputusan untuk memperdalam harta Dedy. Dia menegaskan, KPK pasti akan melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak terkait untuk mendalami harta Dedy. “Setelah kita buat simpulan, barulah ada keputusan untuk diperdalam. Dalam konteks itu tentu kita akan melakukan klarifikasi-klarifikasi pada berbagai pihak terkait,” jelasnya.

Saat ditanya apakah Dedy akan diperiksa oleh KPK, Herda menyebut pihaknya akan melakukan pemanggilan jika sudah memiliki data yang kuat. Dia berharap, dalam dua minggu lagi, KPK akan memanggil Dedy.

“Kalau kita sudah memiliki data kuat untuk kemudian dilakukan konfirmasi dan klarifikasi, pasti pada akhirnya yang bersangkutan akan segera kita panggil. Mudah-mudahan dalam 2 minggu ke depan sudah mulai pemanggilan,” imbuh Herda. Adapun Dedy Mandarsyah terakhir melapor LHKPN pada 14 Maret 2024. Total harta Dedy mencapai Rp 9.426.451.869.

Kasus Viral

Diketahui, nama Dedy Mandarsyah mencuat lantaran dikaitkan dengan kasus penganiayaan dokter koas di Palembang bernama Muhammad Luthfi. Dedy disebut merupakan dari ayah dokter koas Lady Aurellia Pramesti yang diduga menyebabkan penganiayaan itu terjadi.

Lady saat ini tengah menjalani program koas di Rumah Sakit RSUD Siti Fatimah Palembang. Sebelumnya sopir keluarga Lady, Fadilla alias Datuk melakukan penganiayaan pada Muhammad Luthfi.

Pada saat kejadian Datuk ikut bersama ibunda Lady, Lina Dedy untuk bertemu dengan korban Muhammad Luthfi yang merupakan chief koas di Unsri, dengan tujuan membahas jadwal piket LAD yang dinilai tak adil. Namun pertemuan itu justru berujung pada penganiayaan yang dilakukan Datuk kepada Muhammad Luthfi.

Kini setelah kasus penganiayaan dokter koas di Unsri ramai di media sosial, publik pun ramai-ramai mencari tahu latar belakang LAP. Kemudian terungkap Lady Aurellia Pramesti adalah anak dari seorang pejabat di Kementerian PU, yakni Dedy Mandarsyah. Dedy Mandarsyah saat ini masih menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar).

Tak hanya itu, harta kekayaan Dedy Mandarsyah pun terungkap dan jumlahnya mencapai Rp 9,4 miliar. Tak Ada Intervensi Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) buka suara terkait kasus penganiayaan dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri). Terungkap bahwa ayah Lady adalah Dedy Mandarsyah, yang menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat (Kalbar).

Atas dasar itu kemudian publik mengkhawatirkan adanya intervensi dalam penanganan kasus ini, mengingat ada keluarga pejabat yang terlibat. Menjawab kekhawatiran publik, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sumsel Kombes Anwar Reksowidjojo memastikan tak ada intervensi dari pihak eksternal dalam penanganan kasus penganiayaan dokter koas Unsri ini.

Anwar juga menegaskan bahwa polisi akan menangani kasus ini sesuai dengan aturan yang berlaku. ”Tidak ada intervensi dari pihak eksternal mana pun dalam penanganan kasus ini. Kami akan jalan terus menangani kasus ini sesuai aturan yang berlaku,” kata Anwar, dilansir Kompas.com, Minggu (15/12). Sementara itu Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto menekankan bahwa intervensi tak akan berlaku dalam penanganan kasus penganiayaan dokter koas Unsri ini.

Karena pihaknya akan menangani kasus ini dengan berdasar pada fakta dan data yang dikumpulkan oleh penyidik. ”Intervensi tidak berlaku dalam penanganan kasus yang kami lakukan. Penanganan kasus akan didasari oleh fakta dan data yang dikumpulkan ataupun diperoleh oleh tim penyidik,” ungkap Sunarto.

Penyesal datang terlambat. Itulah yang dirasakan Fadilla alias Datuk, pelaku penganiayaan dokter koas di Palembang, Sumatra Selatan yang bernama Muhammad Luthfi.Polisi menetapkan Datuk (36), sebagai tersangka. Penganiayaan tersebut bermula dari anak majikan Datuk, Lady yang juga dokter koas meminta revisi jadwal piket Natal dan Tahun Baru.

Saat dihadirkan Polda Sumsel, Datuk mengenakan baju tahanan berwarna oranye, Sabtu (14/12). Ia nampak tertunduk dengan masker yang menempel di mulutnya. Tangannya diborgol. Dari pengakuannya, Datuk mengaku khilaf sudah melakukan penganiayaan terhadap korban. “Tidak ada yang menyuruh, Pak. Saya khilaf,” ujarnya di dalam rilis tersangka di Polda Sumsel.

Datuk menjelaskan, saat hari kejadian, Lina Dedy yang merupakan atasannya minta diantar ke RSUD Siti Fatimah Palembang. Sesampainya di sana, Lina Dedy kemudian mengurungkan niatnya ke RSUD Siti Fatimah dan meminta diantarkan ke kawasan Demang Lebar Daun.

“Saat tiba di depan RS Siti Fatimah, ibu nyuruh berhenti jangan masuk ke sana. Habis itu ibu bilang tidak jadi ke RS Siti Fatimah, minta antar ke Demang,” ujarnya. Dengan kepala menunduk, Datuk lalu menyampaikan permintaan maafnya kepada korban dan keluarganya. “Saya meminta maaf kepada korban Luthfi, dan keluarganya karena saya telah melakukan penganiayaan kepada Luthfi,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Datuk juga meminta maaf kepada atasan dan seluruh keluarganya. “Dan juga kepada Ibu Lina, Bapak Dedy dan Lady saya meminta maaf yang sebesar-besarnya. Karena masalah ini mereka terkena imbasnya dari perbuatan saya,” ujarnya dengan suara lesu.

Fadilla menjalani proses hukumnya di unit V Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel. Kepolisian menjeratnya dengan Pasal tindak pidana penganiayaan 351 Ayat 2 dengan ancaman 5 tahun penjara. Kuasa hukum keluarga Lina Dedy, Titis Rachmawati mengatakan, pemicu Fadilla atau Datuk menganiaya korban lantaran permintaan jadwal piket tak ditanggapi.

“Ibu LN (Lina Dedy) bertujuan berkomunikasi (dengan korban), mungkin dia mengira anaknya (LD) tidak bisa berkomunikasi dengan sesama koas tersebut,” ujar Titis saat berada di Mapolda Sumsel, Jumat (13/12). Saat pertemuan tersebut, Lina Dedy meminta agar jadwal piket Lady Aurellia pada malam tahun baru diatur ulang.

Namun, korban dinilai tak menanggapi permintaan tersebut. Sehingga pelaku merasa kesal hingga terjadi penganiayaan. “Menurut dia (pelaku), korban itu tidak merespons seperti itu saja. Kalau orang tidak direspons, itu tidak ditanggapi, jadi dia terprovokasi,” jelas Titis.

Penyesalan juga dirasakan Lina Dedy, ibunda Lady Aurellia. Ia menyesal ikut campur urusan jadwal jaga putrinya. Titis Rachmawati mengatakan, kliennya merasa bersalah karena mengajak korban bertemu. “Ibunya merasa bersalah karena inisiatifnya mau menemui korban tanpa sepengetahuan anaknya, muncul masalah ini,” kata Titis.

Lina Dedy dan Lady Aurellia, kata Titis, kini mengalami syok lantaran menjadi sorotan publik. Keduanya, bahkan terguncang secara psikologis dan kini lebih banyak menyendiri. “Bukan menyendiri lagi, dua-duanya lebih sering menangis. Masih syok betul, semuanya syok,” terangnya.[]

Berita Daerah