Pelaku kejahatan seksual terhadap wanita disabilitas dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, lebih rendah dari vonis kasus serupa di Jembrana.

Pelaku kejahatan seksual terhadap wanita disabilitas dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, lebih rendah dari vonis kasus serupa di Jembrana.

SINGARAJA – Vonis tinggi, tapi masih kalah tinggi vonis di Pengadilan Negeri (PN) Jembrana. Pelaku kekerasan seksual di Jembrana diganjar hukuman 15 tahun penjara sebagai efek jera. Sebagaimana dilansir dari Radar Bali.id,Sahadi, 55, warga Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, kini harus mendekam di dalam ”hotel prodeo” selama 12 tahun.

Ini merupakan hukuman baginya, lantaran ia dengan tega merudapaksa seorang wanita penyandang disabilitas berinisial SW, 23, yang masih satu desa dengannya.Putusan ini diterima Sahadi pada Selasa (14/1/2025) siang di Ruang Sidang Kartika, Pengadilan Negeri Singaraja. Sidang ini dipimpin Yakobus Manu sebagai hakim ketua, didampingi Made Hermayanti Muliartha dan Pulung Yustisia Dewi sebagai hakim anggota.

Dalam putusannya, majelis hakim dengan tegas menyatakan terdakwa Sahadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, karena telah melanggar Pasal 6 huruf c juncto Pasal 15 Ayat (1) huruf h UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Yakni berkaitan dengan memanfaatkan kerentanan, memaksa untuk melakukan persetubuhan dengannya terhadap penyandang disabilitas, secara terus menerus sebagai perbuatan yang berlanjut.

”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, dengan penjara selama 12 tahun dan denda sejumlah Rp 300 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” putus majelis hakim sesuai keterangan yang diterima Jawa Pos Radar Bali pada Rabu (15/1/2025) siang.

Vonis yang diberikan kepada Sahadi, dijatuhkan berdasarkan sejumlah pertimbangan. Apalagi, putusan ini ternyata sama dengan tuntutan yang disampaikan oleh JPU Kejari Buleleng, Komang Tirta Wati pada Selasa, 17 Desember 2024 lalu.

Menurut majelis hakim, yang meringankan dari putusan Sahadi, karena ia masih memiliki tanggungan untuk menghidupi keluarga. Serta terdakwa yang belum pernah dipidana. Sedangkan yang memberatkan, ternyata terdakwa masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan korban. Bahkan terdakwa sama sekali tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan penyesalan.

Padahal berdasarkan pemeriksaan dari psikiater RSUD Buleleng, korban dinyatakan mengalami depresi sedang dengan retardasi mental. ”Selain itu, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian secara fisik dan mental, bahkan korban hamil. Sehingga korban harus memelihara dan membesarkan anak, hasil dari perbuatan pidana terdakwa,” ungkap majelis hakim.

Untuk diketahui, aksi bejat yang dilakukan oleh Sahadi dilakukan berulang kali kepada korban SW. Semua aksi itu dilakukan terdakwa di tahun 2023, utamanya saat malam hari, bahkan Sahadi juga menggunakan sebo atau penutup kepala. Aksinya itu selalu dilakukan di areal rumah korban. Korban mengetahui dirudapaksa oleh Sahadi, setelah penutup kepala yang dikenakannya ditarik oleh korban.

Tindakan bejat Sahadi kemudian diketahui keluarga korban, setelah adanya perubahan fisik korban yang menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Keluarganya pun berkumpul, kemudian korban yang diketahui sebagai penyandang disabilitas tunarungu dan tunawicara sejak lahir, menceritakan peristiwa yang dialaminya itu. Parahnya, saat itu kehamilan korban diketahui sudah berusia tujuh bulan.Sahadi kemudian dilaporkan ke polisi pada Senin, 6 Mei 2024 lalu. Dari serangkaian penyelidikan, Sahadi ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 14 Mei 2024 dan langsung ditangkap di rumahnya. []

Putri Aulia Maharani

Berita Daerah