SAMARINDA UTARA – Hujan deras yang terjadi dalam sepekan terakhir masih berdampak pada sejumlah wilayah di Kota Samarinda. Sebagaimana dilansir dari Sapos, Selain merendam permukiman warga, banjir juga mengganggu aktivitas belajar di sekolah dan meningkatkan risiko penyakit di kalangan warga terdampak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Samarinda memperkirakan cuaca ekstrem ini akan berlangsung hingga awal Februari. Forecaster BMKG Samarinda, Sutrisno, menyebutkan bahwa curah hujan di Samarinda bervariasi antara 50 hingga 70 milimeter, dengan wilayah utara, termasuk Bandara APT Pranoto, mencatat curah hujan tertinggi hingga 120 milimeter.
“Hujan masih akan terjadi dalam sepekan ke depan. Selain itu, fenomena air pasang juga diperkirakan berlangsung hingga 3 Februari,” ujar Sutrisno, Jumat (31/1).
Ia menambahkan bahwa fenomena atmosfer Kelvin menjadi salah satu penyebab meningkatnya curah hujan di Samarinda dan sekitarnya. Namun, ia juga menyoroti bahwa banjir tidak hanya disebabkan oleh hujan, tetapi juga akibat perubahan tata guna lahan dan maraknya aktivitas pertambangan di sekitar kota.
“Banjir ini tidak hanya karena curah hujan, tetapi juga akibat berkurangnya lahan resapan air dan keberadaan tambang, baik legal maupun ilegal, di sekitar Kota Samarinda,” tambahnya.
BMKG Samarinda terus melakukan pemantauan dan pembaruan informasi cuaca kepada pihak terkait, termasuk BPBD Samarinda, untuk mengantisipasi kemungkinan banjir lebih lanjut.
Di tengah ancaman hujan deras yang terus berlanjut, banjir di beberapa wilayah mulai surut, meskipun genangan masih tinggi di sejumlah titik. Di Jalan Bengkuring Raya, Kelurahan Sempaja Timur, banjir yang telah berlangsung selama enam hari kini berangsur surut dengan penurunan ketinggian air sekitar 15 hingga 20 sentimeter.
Kepala Pelaksana BPBD Samarinda, Suwarso, menyebutkan bahwa di Perumahan Griya Mukti dan sekitarnya, ketinggian air juga mengalami penurunan sekitar 10 sentimeter. Namun, di Jalan Terong dan Jalan Terong Pipit, banjir masih mencapai 140 sentimeter, menjadikannya kawasan dengan genangan tertinggi.
“Pantauan di Palaran dan Sungai Kunjang menunjukkan bahwa banjir sudah surut. Namun, di beberapa titik, terutama di Bengkuring, air masih cukup tinggi,” ungkap Suwarso. Akibat banjir yang tak kunjung surut, sebagian warga memilih bertahan di rumah dengan membuat teras darurat dari papan atau plywood untuk menghindari genangan air.
“Awalnya kami kira banjir hanya bertahan sehari, ternyata sudah tiga hari belum juga surut,” ujar Wawan, salah seorang warga Bengkuring.
Ia dan keluarganya menggunakan teras darurat untuk menyimpan barang-barang berharga serta kebutuhan sehari-hari seperti makanan, perlengkapan dapur, dan tempat tidur. Sementara itu, warga lainnya, Suntini, mengaku bertahan di rumah sambil menunggu bantuan.
“Alhamdulillah, tadi ada yang memberi nasi bungkus dan sembako berisi mi, beras, minyak, gula, kopi, dan telur,” katanya.[] Banjir yang berkepanjangan juga berdampak pada kesehatan warga. Kepala Puskesmas Sempaja Timur, Subagio, mengungkapkan bahwa puluhan warga mengalami gangguan kesehatan akibat kondisi banjir.
“Ada sekitar 80 warga yang mengeluhkan flu ringan, gatal-gatal, demam, dan batuk pilek setelah beberapa hari bertahan di rumah,” ujar Subagio.
Tim puskesmas bersama relawan kesehatan telah turun ke lokasi banjir untuk memeriksa kondisi warga dan membagikan obat-obatan bagi mereka yang membutuhkan.
BPBD Samarinda berharap cuaca segera membaik agar genangan air bisa surut sepenuhnya. Namun, dengan potensi hujan lebat yang masih tinggi, warga diminta untuk tetap waspada dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan banjir susulan. []
Putri Aulia Maharani