SAMARINDA – Nilai tukar rupiah kembali melemah signifikan pada pembukaan perdagangan Kamis pagi (3/4/2025). Berdasarkan data pasar keuangan, rupiah dibuka di level Rp16.772 per dolar AS, turun 59 poin atau 0,36 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.713 per dolar AS.
Pelemahan ini tidak terjadi sendirian. Rupiah mengalami tekanan bersamaan dengan mata uang regional lainnya, mencerminkan adanya tekanan eksternal yang merata di pasar Asia. Yuan China tercatat mengalami pelemahan paling dalam, yaitu 0,49 persen, diikuti oleh Ringgit Malaysia yang turun 0,39 persen, Baht Thailand melemah 0,34 persen, dan Won Korea Selatan turun 0,26 persen terhadap dolar AS.
Namun demikian, tidak semua mata uang Asia bernasib serupa. Yen Jepang justru mencatatkan penguatan signifikan sebesar 0,99 persen, menjadi mata uang Asia dengan kinerja terbaik pada pembukaan perdagangan hari ini.
Faktor Penyebab Melemahnya Rupiah:
Menjelang dan selama masa libur Hari Raya Idulfitri, aktivitas perdagangan valuta asing di pasar domestik mengalami penurunan. Volume transaksi yang lebih rendah ini membuat pergerakan rupiah menjadi lebih rentan terhadap tekanan eksternal.
Ketidakpastian seputar kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) juga menjadi penyebab utama pelemahan. Hingga saat ini, The Fed masih mempertahankan sikap ketat (hawkish) dalam pengendalian inflasi, yang menyebabkan tingkat imbal hasil (yield) obligasi AS tetap tinggi dan dolar AS semakin menarik bagi investor global.
Dampak terhadap Ekonomi Domestik
Pelemahan rupiah yang berkepanjangan dapat menimbulkan efek domino terhadap perekonomian Indonesia. Harga barang-barang impor berpotensi meningkat, terutama pada sektor energi, bahan baku industri, dan produk teknologi. Ini juga dapat memperbesar beban pembayaran utang luar negeri dalam denominasi dolar.Namun, di sisi lain, pelemahan rupiah bisa menguntungkan sektor ekspor karena produk Indonesia menjadi lebih murah dan kompetitif di pasar global.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan terus memantau pergerakan nilai tukar ini dan melakukan intervensi jika diperlukan. Selain itu, langkah-langkah stabilisasi di pasar keuangan seperti operasi moneter, penguatan cadangan devisa, dan komunikasi kebijakan yang transparan sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kepanikan di pasar.[]
Putri Aulia Maharani