Jepang Meluncurkan Penelitian “Karbon Biru” untuk Penyimpanan CO2 di Laut

Jepang Meluncurkan Penelitian “Karbon Biru” untuk Penyimpanan CO2 di Laut

TOKYO — Pemerintah Jepang tengah memulai sebuah studi besar mengenai pemanfaatan “karbon biru” sebagai strategi dekarbonisasi. Penelitian ini difokuskan pada kemampuan vegetasi laut, seperti rumput laut dan bakau, dalam menyerap karbon dioksida (CO2), lalu menyimpannya di kedalaman laut.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari komitmen Jepang dalam mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Meskipun penggunaan energi terbarukan telah meningkat dan sejumlah reaktor nuklir telah diaktifkan kembali, Jepang masih memerlukan terobosan dalam teknologi penangkapan karbon demi memenuhi target lingkungan jangka panjang.

Konsep karbon biru sendiri merujuk pada karbon yang diikat oleh ekosistem laut melalui proses fotosintesis dan kemudian disimpan secara alami di dasar laut. Ini berbeda dari “karbon hijau” yang mengandalkan vegetasi daratan seperti hutan untuk menyerap karbon.

Menurut informasi dari pejabat yang mengetahui proyek ini, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang akan melibatkan Badan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan-Bumi, perusahaan energi Eneos Corp., serta sejumlah lembaga lainnya. Fokus utama studi ini adalah memahami perilaku rumput laut saat ditanam dan ditenggelamkan pada kedalaman tertentu, sekaligus menilai dampak lingkungannya.

Penelitian ini diharapkan bisa membuktikan bahwa teknologi penyimpanan CO2 di laut dalam mampu memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan gas rumah kaca. “Jika teknologi ini terbukti mampu memfiksasi karbon secara stabil di dasar laut, maka kita memiliki sumber penyerapan CO2 yang signifikan,” ujar seorang pejabat senior kementerian.

Saat ini, Jepang masih mengandalkan kawasan hutan sebagai penyerapan karbon utama, dengan estimasi sebesar 45 juta ton CO2 terserap pada tahun fiskal 2023. Namun, efektivitasnya mulai menurun karena faktor usia pohon yang semakin tua. Oleh karena itu, diversifikasi pendekatan penangkapan karbon menjadi sangat krusial.

Pemerintah menargetkan dapat menyerap satu juta ton karbon dari ekosistem laut pada tahun fiskal 2035, dan meningkat menjadi dua juta ton pada 2040. Sebagai perbandingan, pada tahun fiskal 2023, vegetasi pesisir Jepang hanya mampu menyerap sekitar 34 juta ton CO2.

Inisiatif ini mencerminkan peningkatan keseriusan Jepang dalam menanggulangi krisis iklim melalui pendekatan ilmiah berbasis ekosistem laut yang berkelanjutan. Jika berhasil, proyek karbon biru ini berpotensi menjadi model yang diadopsi secara global dalam mitigasi perubahan iklim berbasis laut.[]

Putri Aulia Maharani

Internasional