JAKARTA – Kementerian Agama Republik Indonesia menerapkan dua skema mobilisasi jemaah, yaitu Murur dan Tanazul, untuk mengurangi kepadatan di Mina pada penyelenggaraan ibadah haji 1446 Hijriah atau tahun 2025. Kebijakan ini dipastikan sah secara fikih, dan dirancang untuk menjaga keselamatan serta kenyamanan jemaah selama puncak pelaksanaan ibadah.
Musytasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, KH M. Ulinnuha, menyatakan bahwa kebijakan ini memiliki dasar syariah yang kuat dan telah melalui kajian mendalam.
“Selain Murur, PPIH juga akan menerapkan skema Tanazul untuk mengurai kepadatan di Mina. Kedua skema ini dibolehkan dalam fikih haji, dan pelaksanaan ibadah tetap sah,” ujar Ulinnuha, Sabtu (31/05/2025).
Skema Murur mengatur pergerakan jemaah dari Arafah menuju Mina dengan hanya melewati Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan. Ini diperuntukkan bagi jemaah lanjut usia, jemaah dengan keterbatasan fisik, atau yang mengalami kondisi darurat. Meskipun tidak bermalam di Muzdalifah, ibadah hajinya tetap dianggap sah.
“Dalam sejarah, sahabat-sahabat Nabi yang memiliki alasan syar’i seperti bertugas menggembala, memberi makan, atau perempuan yang khawatir mengalami haid lebih awal, diperkenankan untuk tidak mabit di Muzdalifah,” kata Ulinnuha.
Ia menambahkan, menurut Mazhab Hanafi, bermalam di Muzdalifah bersifat sunah. Oleh karena itu, jemaah yang melaksanakan Murur tidak dikenakan dam (denda) dan hajinya tetap sah.
Adapun skema Tanazul adalah proses pemulangan lebih awal jemaah dari Mina ke hotel mereka di Mekkah setelah selesai melempar jumrah aqabah. Sekitar 30.000 jemaah dari sektor Syisyah dan Raudhah dijadwalkan mengikuti skema ini.
“Tanazul diterapkan untuk mencegah penumpukan jemaah di tenda-tenda Mina dan mempertimbangkan kenyamanan jemaah,” ucap Ulinnuha.
Sama seperti Murur, Tanazul juga mengacu pada pendapat Mazhab Hanafi yang mengategorikan mabit di Mina sebagai sunah. Maka dari itu, jemaah yang memilih langsung kembali ke hotel tidak terkena dam dan hajinya tetap sah.
Kedua skema ini menjadi bagian dari strategi pengelolaan jemaah haji Indonesia agar pelaksanaan ibadah tetap berjalan tertib dan aman, terutama di titik-titik padat seperti Mina dan Muzdalifah. []
Diyan Febriana Citra.