Ekonom Paramadina: Konsep Diskon Transportasi-BSU Buat Rakyat Tergantung

Ekonom Paramadina: Konsep Diskon Transportasi-BSU Buat Rakyat Tergantung

JAKARTA – Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengkritik paket stimulus ekonomi terbaru yang dikeluarkan pemerintah. Menurutnya, berbagai insentif seperti diskon transportasi publik dan bantuan sosial dinilai tidak cukup mendasar dalam memperkuat struktur ekonomi nasional, bahkan berpotensi menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap negara.

Pemerintah baru saja meluncurkan enam stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan menjaga laju pertumbuhan ekonomi. Paket tersebut mencakup diskon tarif transportasi umum, penambahan Kartu Sembako, bantuan pangan berupa 10 kilogram beras, hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU). Seluruh program ini akan diberlakukan mulai 5 Juni 2025.

“Paket kebijakan tersebut mendukung, tetapi tidak memadai dan akan menciptakan ketergantungan karena artifisial serta merupakan pendekatan ‘tangan di atas’,” kata Wijayanto kepada Kompas.tv, Selasa (27/5/2025).

Wijayanto menilai, pendekatan yang lebih tepat adalah dengan mendorong aktivitas ekonomi riil melalui proyek-proyek padat karya. Menurutnya, skema tersebut tidak hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, tetapi juga menghidupkan sektor jasa konstruksi, manufaktur, dan rantai pasok lainnya.

Ia juga mendorong agar pemerintah memperbesar alokasi dana untuk program perumahan rakyat. “Ini akan menghidupkan paling tidak 140-an subsektor ekonomi,” jelasnya. Selain itu, pelonggaran perjalanan dinas dan rapat dinilai dapat mendorong pemulihan di sektor kuliner, perhotelan, pariwisata, dan transportasi.

Tak hanya itu, Wijayanto menekankan pentingnya perbaikan iklim usaha, salah satunya melalui penindakan terhadap praktik premanisme dan penyelundupan yang merugikan dunia usaha.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa stimulus ini diharapkan dapat menjaga target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen hingga akhir 2025. Namun, menurut perhitungan Wijayanto, agar target tersebut tercapai, diperlukan suntikan dana minimal Rp100 triliun.

Ia mengingatkan bahwa pengalaman saat pandemi Covid-19 menunjukkan BSU memang dapat mengurangi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menjaga daya beli. Namun, tantangan besar tetap terletak pada ketepatan sasaran distribusi bantuan tersebut.

Untuk 2025, Wijayanto memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional hanya akan berada di kisaran 4,5 hingga 5 persen, seiring dengan tekanan ekonomi global dan tantangan domestik.

Berikut rincian stimulus yang akan berlaku mulai 5 Juni 2025:

Diskon tiket kereta api sebesar 30 persen.

PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 6 persen untuk tiket pesawat.

Diskon angkutan laut sebesar 50 persen.

Potongan tarif tol 20 persen untuk sekitar 110 juta kendaraan selama libur sekolah (awal Juni hingga pertengahan Juli).

Diskon tarif listrik 50 persen untuk sekitar 79,3 juta pelanggan rumah tangga dengan daya ≤1300 VA.

Tambahan Kartu Sembako Rp200.000 per bulan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM), berlaku selama dua bulan.

Bantuan pangan berupa 10 kilogram beras untuk KPM.

BSU sebesar Rp150.000 per bulan bagi sekitar 17 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta serta 3,4 juta guru honorer, selama dua bulan.

Perpanjangan diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama enam bulan, khusus bagi sektor padat karya, mulai Agustus 2025 hingga Januari 2026.

Dengan berbagai insentif tersebut, pemerintah berharap stabilitas ekonomi tetap terjaga. Namun, para ekonom tetap mendorong adanya kebijakan yang lebih struktural agar pemulihan ekonomi berlangsung berkelanjutan dan tidak sekadar bersifat sementara.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional