JAKARTA — Kebijakan tarif perdagangan yang diberlakukan pada era Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi dibatalkan oleh Pengadilan Perdagangan AS. Putusan ini menjadi tonggak penting dalam dinamika hubungan perdagangan internasional Amerika dan langsung memantik respons dari berbagai pihak, termasuk anggota Kongres AS.
Putusan tersebut menyatakan bahwa penerapan tarif tambahan yang diberlakukan pemerintahan Trump terhadap sejumlah barang impor—khususnya dari Tiongkok—tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Pengadilan menilai kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang Perdagangan dan tidak melalui proses peninjauan yang transparan serta akuntabel.
Tarif-tarif tersebut sebelumnya diberlakukan atas dasar alasan keamanan nasional dan untuk melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang dianggap tidak adil. Namun, banyak kalangan menilai kebijakan ini justru menimbulkan ketegangan dagang yang berkepanjangan serta berdampak negatif terhadap pelaku usaha dan konsumen di Amerika Serikat sendiri.
Anggota Kongres dari Partai Demokrat umumnya menyambut baik keputusan pengadilan tersebut, dengan menyatakan bahwa pembatalan ini merupakan langkah tepat untuk memulihkan stabilitas perdagangan global. Sementara itu, beberapa legislator dari Partai Republik menyatakan kekhawatirannya, karena mereka meyakini tarif tersebut penting untuk menjaga kepentingan ekonomi nasional dari dominasi negara-negara asing.
“Saat ini, kita perlu kebijakan perdagangan yang konsisten dan berbasis hukum, bukan keputusan sepihak yang dapat memicu konflik internasional,” ujar salah satu anggota Kongres dari Partai Demokrat dalam pernyataan resminya.
Keputusan pengadilan ini juga menambah tekanan bagi pemerintahan Presiden Joe Biden untuk meninjau kembali pendekatan perdagangan AS di tengah upaya pemulihan ekonomi pascapandemi. Sejumlah pelaku industri meminta kepastian arah kebijakan agar tidak terjadi ketidakpastian pasar yang berkepanjangan.
Dengan keputusan ini, tarif yang dikenakan pada barang-barang tertentu diperkirakan akan dicabut dalam waktu dekat, meskipun masih ada kemungkinan banding dari pihak yang tidak puas atas putusan tersebut. Pemerintah AS hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah selanjutnya.[]
Putri Aulia Maharani