JAKARTA — Kawasan Pasar Baru di Jakarta Pusat, yang dulu menjadi pusat perdagangan tersohor sejak era Batavia, kini memudar dalam kesunyian. Suasana lengang tampak mendominasi sepanjang koridor pasar pada Rabu (04/06/2025), jauh dari riuh ramai pengunjung yang dahulu menjadi ciri khas kawasan ini.
Gapura bertuliskan “Batavia Passer Baroe 1820” masih berdiri kokoh di Jalan Pos, menjadi penanda sejarah panjang kawasan ini. Namun, gapura tua itu kini seperti saksi bisu dari kejayaan masa lalu yang perlahan terkikis. Di sekitarnya, hanya beberapa kendaraan dan pejalan kaki yang melintas.
Deretan ruko yang dulunya dipadati pengunjung kini banyak yang tutup. Sebagian lainnya memasang spanduk bertuliskan “Disewakan” atau “Dijual”. Beberapa ruko terlihat kusam cat dinding memudar, pintu berkarat, dan jendela dipenuhi debu. Jalanan berlapis paving block pun menunjukkan kerusakan, berlubang dan bergeser di beberapa titik.
“Kalau tidak buka, siapa yang mau bayar listrik, sewa, gaji karyawan? Tapi pembeli makin sedikit,” kata Rudi (46), pemilik toko sepatu kulit.
“Yang bertahan di sini cuma yang sudah lama, sudah punya pelanggan tetap,” tambahnya dengan nada pasrah.
Di tengah bangunan tua itu berdiri kompleks H. Residence Pasar Baru Square yang tampak mencolok, menghadirkan kontras antara pembangunan modern dan wajah lama pasar.
Meski kondisinya memprihatinkan, sebagian pedagang tetap bertahan. Aminah (58), yang telah berjualan perlengkapan ibadah selama lebih dari tiga dekade, memilih untuk tetap membuka tokonya.
“Saya sudah jualan di sini lebih dari 30 tahun,” ujarnya singkat.
Beberapa pedagang berharap pemerintah tidak membiarkan kawasan bersejarah ini mati perlahan.
“Sayang kalau kawasan bersejarah ini dibiarkan begini saja,” ujar Rudi.
Pasar Baru, dengan panjang sekitar 550 meter dan arsitektur perpaduan Tionghoa dan Eropa, kini seolah menjadi ruang hening yang menyimpan cerita masa silam. Warisan budaya ini menanti sentuhan revitalisasi agar kembali menjadi denyut nadi perdagangan di Jakarta. []
Diyan Febriana Citra.