30,5 Kg Sisik Trenggiling Disita, 2 Pelaku Jadi Tersangka

30,5 Kg Sisik Trenggiling Disita, 2 Pelaku Jadi Tersangka

JAKARTA – Kasus perburuan liar kembali mencoreng upaya pelestarian satwa langka di Indonesia. Kali ini, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan perdagangan sisik trenggiling, spesies yang statusnya dilindungi secara hukum dan terancam punah di alam liar.

Kepala Subdirektorat IV Dittipidter, Kombes Edy Suwandono, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini bermula dari informasi intelijen tentang pengiriman sisik trenggiling melalui jasa kurir ke sebuah hotel di Jakarta.

“Kami melakukan penyelidikan di hotel tersebut. Pada saat adanya kurir datang, kami lihat dia bawa (kotak) kardus, makanya langsung kami periksa isi kardus itu,” ujar Edy dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (11/06/2025).

Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan sisik trenggiling seberat 15,5 kilogram. Kurir yang membawa barang kemudian diinterogasi dan mengaku hanya mengantar atas permintaan seseorang berinisial A Dari A, penyidik melacak pemasok utama sisik tersebut ke wilayah hutan di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Di sana, petugas mengamankan RK, yang diketahui sebagai pencari dan penyedia sisik trenggiling dari alam liar. Dari tangan RK, polisi menyita tambahan 15 kilogram sisik trenggiling, menjadikan total barang bukti mencapai 30,5 kilogram.

“RK (mengaku) dapat dari hutan-hutan di Kecamatan Bayongbong Garut,” jelas Edy.

Menurut Edy, perburuan trenggiling ini dilakukan secara tersembunyi dan hanya melalui jalur transaksi yang sangat terbatas.

“Ini kan satwa yang dilindungi, mereka tahu bahwa ini jangan sampai ketahuan aparat. Kalau ketahuan, pasti dipidana,” tegasnya.

Sisik trenggiling diyakini oleh sebagian kalangan sebagai bahan obat tradisional, bahkan disebut-sebut bisa diolah menjadi komponen narkotika. Namun dampak ekologi dari praktik ini sangat besar.

“Ditemukannya 30,5 kg tenggiling itu menandakan ada sekitar 200 ekor tenggiling yang harus dibunuh untuk diambil sisiknya,” ungkap Edy.

“Bayangkan satu kilogram itu Rp 40 juta. Nah, 30,5 kilogram itu sekitar 200 tenggiling yang harus dibunuh,” lanjutnya.

Atas perbuatannya, RK dan A ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 40 Ayat 1 huruf F juncto Pasal 21 Ayat 2 huruf C Undang-Undang No. 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp 5 miliar.

Kasus ini tidak hanya menyoroti keberhasilan penegak hukum dalam membongkar jaringan perdagangan ilegal, tetapi juga mengingatkan pentingnya sinergi antara masyarakat, aparat, dan pemangku kebijakan dalam menjaga kekayaan biodiversitas Indonesia yang terus terancam oleh aktivitas perburuan liar dan perdagangan ilegal. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional