JAKARTA – Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan dua lembaga penting dalam sistem peradilan pidana, yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), pada Selasa (17/06/2025). Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, ini menjadi bagian dari tahapan penting dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah digodok oleh parlemen.
Ketua Komisi III, Habiburokhman, saat membuka rapat menyampaikan bahwa seluruh fraksi telah hadir, dan rapat dilangsungkan secara terbuka untuk umum.
“Menurut sekretariat, hampir semua fraksi sudah hadir. Saya mohon persetujuan, rapat hari ini kita nyatakan terbuka untuk umum,” ujar Habiburokhman.
RDPU ini menjadi forum bagi LPSK dan Peradi untuk menyampaikan pandangan dan masukan mereka terhadap draf revisi KUHAP. Keduanya diberikan waktu masing-masing 20 menit untuk menyampaikan secara lisan, namun diperbolehkan juga memberikan dokumen tertulis jika ada poin yang belum sempat disampaikan.
“Kalau memang terlalu banyak, disampaikan secara tertulis masukannya,” tambahnya.
Rapat ditargetkan selesai sebelum pukul 12.00 WIB, menunjukkan efektivitas waktu menjadi perhatian dalam diskusi yang berlangsung padat ini.
“Pokoknya kita selesai tidak selesai jam 12 ya, teman-teman,” tegas Habiburokhman.
Ketua LPSK Brigjen Pol (Purn) Achmadi menjadi pembicara pertama yang memberikan masukan terkait perlindungan terhadap korban dan saksi dalam konteks perubahan sistem hukum acara pidana. Partisipasi LPSK dinilai krusial karena memastikan sistem hukum tidak hanya berpihak pada pelaku, tetapi juga memberikan keadilan dan perlindungan bagi korban serta saksi.
Sementara itu, kehadiran Peradi sebagai organisasi profesi advokat memberikan dimensi penting dalam menjamin hak-hak tersangka dan terdakwa mendapatkan pendampingan hukum yang adil. Hal ini menjadi esensial agar KUHAP yang baru mencerminkan prinsip due process of law dan memperkuat hak asasi manusia dalam penegakan hukum.
Revisi terhadap KUHAP saat ini menjadi perhatian luas karena mencerminkan upaya negara memperbarui sistem peradilan pidana nasional secara menyeluruh. Banyak kalangan menekankan pentingnya agar pembaruan ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi mampu memperbaiki kelemahan struktural dalam sistem hukum, serta memberi jaminan perlindungan hak yang seimbang antara aparat penegak hukum, tersangka, korban, dan masyarakat. []
Diyan Febriana Citra.