ABU DHABI — Ketegangan yang terus meningkat antara Iran dan Israel menimbulkan kekhawatiran serius bagi para pelaku industri minyak global. Di tengah situasi geopolitik yang tidak menentu ini, keamanan menjadi prioritas utama bagi perusahaan-perusahaan energi internasional yang beroperasi di kawasan Timur Tengah.
Total Energies, perusahaan minyak asal Prancis, menyatakan fokus utamanya saat ini adalah melindungi keselamatan para pekerja mereka di wilayah regional. Chief Executive Officer (CEO) TotalEnergies, Patrick Pouyanné, menyampaikan bahwa perusahaannya memiliki sejarah panjang dan keterlibatan yang luas di kawasan.
“Kami adalah perusahaan minyak internasional terbesar di kawasan ini. Kami lahir 100 tahun lalu di Irak, dan kami masih memiliki operasi di Irak, Abu Dhabi, Qatar, dan Arab Saudi,” ujarnya dalam sebuah konferensi energi di Abu Dhabi.
Ia juga menekankan harapan agar ketegangan yang terjadi tidak berlanjut ke tahap yang mengganggu infrastruktur energi. “Karena masalah ini bisa menjadi pukulan yang sangat bermasalah, tidak hanya dalam hal keselamatan dan bahaya serta risiko, tetapi juga dalam hal pasar global,” tambahnya.
Sementara itu, CEO EnQuest yang berbasis di Inggris, Amjad Bseisu, menilai bahwa volatilitas harga minyak akan terus berlangsung sepanjang 2025. Ia menilai penyelesaian konflik secara cepat akan lebih menguntungkan bagi kestabilan pasar. “Semakin cepat kita dapat mengakhiri konflik yang mengerikan ini, semakin baik untuk pasar secara keseluruhan, tetapi saya pikir pasar memiliki persediaan yang cukup dalam jangka pendek hingga menengah,” ucapnya.
• Harga Minyak Mengalami Fluktuasi Tajam
Pasar minyak global bereaksi cepat terhadap eskalasi konflik. Harga minyak mentah Brent sempat melonjak di atas USD 78 per barel menyusul laporan serangan rudal yang diluncurkan Iran ke wilayah Israel. Namun demikian, harga kemudian terkoreksi dan turun ke kisaran USD 74,50 per barel. Meskipun demikian, angka tersebut masih lebih tinggi sekitar USD 10 dibandingkan periode yang sama pada bulan lalu.
Richard Bronze, Kepala Geopolitik di firma konsultan Energy Aspects, menilai situasi saat ini cukup mengkhawatirkan. “Situasi saat ini sangat signifikan dan memprihatinkan,” ujarnya, dikutip dari BBC, Senin (16/6/2025).
Kendati demikian, ia belum melihat potensi dampak jangka panjang yang sebesar konflik Rusia-Ukraina. Menurutnya, pengaruh terhadap pasar energi akan sangat bergantung pada durasi konflik serta potensi keterlibatan negara lain. “Apakah negara-negara lain di kawasan itu akan terlibat, dan apakah AS akan turun tangan untuk meredakan situasi,” jelasnya.
• Selat Hormuz Jadi Titik Kritis
Salah satu perhatian utama para analis adalah risiko gangguan terhadap lalu lintas pengiriman energi melalui Selat Hormuz, jalur pelayaran penting yang terletak di selatan Iran. Jalur ini menjadi rute strategis bagi sekitar 20 persen dari total pasokan minyak dunia.
“Ini adalah titik sempit sehingga menjadi titik lemah yang signifikan bagi pasar minyak global,” ungkap Bronze.
Ia menambahkan bahwa risiko geopolitik eksternal tersebut turut mendorong kenaikan harga dan menciptakan ketidakpastian di pasar energi global.[]
Putri Aulia Maharani