SIDOARJO – Upaya pengendalian banjir di Kabupaten Sidoarjo tak lagi dilakukan secara sporadis. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo kini mengedepankan pendekatan sistematis dan kolaboratif dalam menanggulangi masalah yang rutin terjadi di wilayah rawan banjir seperti Tanggulangin, Candi, dan Porong.
Langkah awal dilakukan dengan normalisasi sungai secara menyeluruh melalui pengerukan dan pembersihan tanaman liar. Namun, Bupati Sidoarjo Subandi menekankan bahwa penanganan ini bukan sekadar reaksi terhadap banjir, tetapi bagian dari strategi jangka panjang yang terencana.
“Kami bersama Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air (DPUBMSDA) melakukan sidak, dan kami lihat banyak pendangkalan serta tumbuhan liar di kanan kiri sungai. Hari ini sudah kami kerjakan pengerukan sepanjang 2,5 kilometer. Sampai Juli ditargetkan 3,8 kilometer,” ujar Subandi usai meninjau sungai di Tanggulangin, Jumat (20/06/2025).
Tidak hanya fokus pada pengerukan, pemerintah daerah juga akan membangun bendungan atau DAM di wilayah Kedungpeluk sebagai bagian dari pengelolaan debit air saat musim hujan. Proyek tersebut saat ini telah memasuki tahap pelaksanaan.
“Pemenang proyek sudah ada, tinggal pelaksanaan. Kami terus kontrol biar sungainya bersih. Kalau anggaran kurang, nanti akan kami siapkan lewat PAK (Perubahan Anggaran Keuangan),” tambahnya.
Sinergi antara pemerintah daerah dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjadi kunci percepatan program ini. Dana sebesar Rp 37 miliar telah dikucurkan oleh Pemprov Jatim untuk mendukung kegiatan normalisasi serta pengendalian banjir.
Kepala DPUBMSDA Sidoarjo, Dwi Eko Saptono, menjelaskan bahwa normalisasi diawali dari aliran Sungai Mbahkepuh, dengan target dua kilometer pertama diselesaikan dalam waktu dua minggu.
“Untuk tahap awal kami fokus normalisasi sepanjang dua kilometer dari Ngaban hingga Balonggabus. Setelah itu, pada Juli akan dilanjutkan pekerjaan kontraktual sepanjang 3,8 kilometer dari Balonggabus ke jembatan Kedungpeluk,” katanya.
Selain mengatasi pendangkalan, pembersihan tanaman liar juga menjadi bagian krusial, karena turut menyumbat aliran air saat hujan deras. Dwi Eko menyebut bahwa banjir besar yang terjadi sebelumnya lebih banyak dipicu oleh curah hujan ekstrem dan kontur tanah yang rendah.
“Curah hujan yang tercatat kemarin mencapai 114 mm hanya dalam tiga jam. Itu sudah termasuk kategori ekstrem,” jelasnya.
Meskipun beberapa sungai berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, Pemkab tetap terlibat secara operasional agar dampaknya tidak meluas ke permukiman. []
Diyan Febriana Citra.