SEMARANG – Ratusan hingga ribuan sopir truk mandiri dari berbagai daerah di Jawa Tengah berkumpul di depan Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, Jalan Siliwangi, Semarang, pada Senin (23/06/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes atas penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 terkait Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya ketentuan Zero Over Dimension and Overload (ODOL).
Aksi yang dipelopori Asosiasi Pengemudi Independen (API) ini menyuarakan keresahan para sopir kecil yang merasa dihantam tanpa pemberian kelonggaran atau strategi transisi dari pemerintah. Koordinator aksi sekaligus Ketua API, Suroso, menegaskan, “Kami dari semua daerah di Jawa Tengah hadir hari ini untuk menyuarakan keresahan. Aturan ODOL memberatkan kami para sopir kecil.”
Ribuan kendaraan berat terlihat memadati ruas jalan dari Exit Tol Krapyak hingga traffic light Hanoman. Beberapa sopir mendesak agar penegakan aturan tidak diskriminatif.
“Kalau memang hukum mau ditegakkan, ya pemerintah harus beri solusi. Jangan cuma tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tambah Suroso dengan nada frustrasi.
Dalam banjir spanduk yang terpajang, tertulis kalimat-kalimat seperti “Tolak Zero ODOL, Kami Butuh Makan Bukan Masalah” dan “Keadilan untuk Sopir Kecil!”, menegaskan betapa mendesak tuntutan mereka. Para sopir menyayangkan bahwa meski aturan sama-sama berlaku, dampaknya lebih berat bagi pengemudi individu.
Seorang peserta aksi asal Kudus menyuarakan keinginan serupa: “Kami siap berdialog, tapi juga berharap pemerintah melihat kondisi di lapangan. Sopir kecil yang mencari nafkah jangan terus dikorbankan.” Keluhan ini mencerminkan realitas di sektor logistik tradisional, di mana kemampuan finansial armada skala kecil belum tentu memungkinkan untuk mengikuti regulasi ketat seperti zero ODOL.
Pemerintah sendiri meluncurkan program Zero ODOL demi keselamatan lalu lintas dan pelestarian infrastruktur jalan, karena kendaraan kelebihan muatan dapat menimbulkan kerusakan. Namun, sejak diberlakukan, kebijakan ini kerap ditafsirkan hanya sebagai sanksi, tanpa pertimbangan akses pendampingan bagi sopir kecil.
Aksi hari ini juga menjadi cermin bahwa regulasi sebaiknya diiringi kebijakan transisi apakah dalam bentuk subsidi, program sertifikasi armada, atau skema tukar tambah. Para sopir membutuhkan kepastian akses, bukan sekadar pengawasan yang tidak berimbang.
Kantor Dinas Perhubungan Jawa Tengah hingga sore kemarin masih menunggu komunikasi resmi dengan perwakilan demonstran. Aparat kepolisian setempat mengatur lalu lintas untuk mencegah kemacetan yang lebih parah, sementara DPRD Jawa Tengah disebut siap memfasilitasi dialog resmi.
Lebih dari sekadar protes, unjuk rasa ini menyoroti ketimpangan antara idealisme kebijakan keselamatan dan realitas ekonomi sopir kecil. Harapannya, keberatan mereka menjadi panggilan bagi pembuat regulasi untuk membuka pintu evaluasi dan solusi konkret, sehingga aspirasi rakyat kecil tidak hanya tenggelam dalam keseragaman aturan. []
Diyan Febriana Citra.