Sidang Ungkap Grup Telegram “Hulk” Buat Lindungi Situs Judi

Sidang Ungkap Grup Telegram “Hulk” Buat Lindungi Situs Judi

JAKARTA SELATAN – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali mengungkap fakta koneksi tersembunyi dalam sidang lanjutan kasus judi online. Kali ini sorotan tertuju pada penggunaan platform Telegram, khususnya grup bernama “Hulk”, yang menjadi sarana utama koordinasi antara agen judi dan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Fakta ini disampaikan langsung oleh Muchlis, salah satu terdakwa, dalam persidangan pada Senin (23/06/2025).

“Di grup Telegram, namanya ‘Hulk’,” ujar Muchlis saat menyampaikan bagaimana komunikasi berlangsung antaragen judi online dan oknum internal Kominfo. Fakta itu mencuat atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Muchlis menerangkan bahwa lewat “Hulk”, mereka saling berbagi daftar situs judi yang harus dilindungi dari pemblokiran oleh Kominfo. Informasi soal daftar itu berasal dari seorang buronan bernama Jack Erwin. Berdasarkan keterangan terdakwa, data yang diberikan kemudian dimasukkan ke dalam dokumen Google Sheet agar seluruh anggota grup bisa mengaksesnya secara bersama.

“Saya tinggal masukkan ke Google Sheet aja. Tapi saya enggak tahu saat itu siapa orangnya, mereka bisa melihat juga, bisa melihat bersama-sama,” jelas Muchlis di hadapan majelis hakim.

Meski demikian, Muchlis mengaku dirinya hanya memiliki peran terbatas sebagai pencatat dan penghubung. Seluruh proses dilakukannya secara manual tanpa teknologi canggih atau alat otomatis.

“Tidak, Pak.”

“Konvensional manual gitu aja, ya?”

“Iya, tinggal copy forward aja, Pak,” jawabnya.

Selain grup “Hulk”, sidang juga menguraikan struktur para terdakwa yang terbagi dalam beberapa klaster:

  • Klaster Koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony, Muhrijan, dan Alwin Jabarti Kiemas.

  • Klaster Oknum Pegawai Kominfo: terdiri dari sembilan orang, termasuk Denden Imadudin Soleh dan Riko Rasota Rahmada.

  • Klaster Agen Situs Judi Online: termasuk Muchlis, Deny Maryono, dan Harry Efendy.

  • Klaster Pencucian Uang (TPPU): Darmawati dan Adriana Angela Brigita, yang disangkakan berdasarkan Undang‑Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Penggunaan grup Telegram “Hulk” memperjelas bagaimana teknologi sederhana bisa menjadi alat vital dalam menghindari pemblokiran situs ilegal. Sistem Google Sheet bersama juga memfasilitasi akses data secara kolaboratif, meskipun tanpa kontrol identitas yang jelas.

Kasus ini mencerminkan tantangan Kominfo dan aparat hukum dalam menanggulangi kejahatan digital yang dilakukan melalui platform umum dengan teknik obfuscation dan enkripsi sederhana. Koordinasi rahasia di balik layar bukan saja soal pelaku, tapi juga soal penetrasi oknum pemerintah yang memanfaatkan keahliannya demi keuntungan ekonomi. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional