JAKARTA – Ketegangan geopolitik di kawasan Teluk Persia kembali meningkat setelah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur laut strategis yang menjadi urat nadi perdagangan minyak dunia. Ancaman ini disampaikan sebagai respons terhadap serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025 waktu setempat.
Meski hanya memiliki lebar sekitar 33 kilometer, Selat Hormuz memegang peran vital dalam arus ekspor minyak global. Jalur ini menghubungkan Teluk Persia, tempat produsen minyak utama seperti Arab Saudi, Iran, Kuwait, dan Irak berada, dengan pasar internasional melalui Teluk Oman dan Laut Arab. Sekitar 20% pasokan minyak dunia setiap harinya melewati selat ini.
Dalam peta modern, wilayah Selat Hormuz terbagi di antara tiga negara: Iran menguasai sisi utara, sedangkan sisi selatan berbatasan dengan Oman dan Uni Emirat Arab. Jika ketiganya menutup akses pelayaran di wilayah tersebut, maka efek domino diperkirakan akan merambat ke berbagai sektor, dari energi, logistik, hingga stabilitas ekonomi global.
Ancaman ini bukan kali pertama dikeluarkan oleh Iran, namun kali ini dinilai lebih serius karena disampaikan di tengah konflik militer yang meningkat. Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris, kabarnya tengah menyusun strategi militer dan diplomatik untuk meredam situasi dan menjaga jalur pelayaran tetap terbuka.
Menariknya, Selat Hormuz tidak hanya penting dari segi ekonomi dan politik, tetapi juga menyimpan jejak sejarah panjang. Pada abad keempat Masehi, wilayah ini pernah dikuasai oleh Kekaisaran Sasaniyah di bawah Raja Shapur II. Ia merupakan salah satu raja termuda dan paling berpengaruh dalam sejarah Timur Tengah, naik takhta sejak bayi pada tahun 309 M dan memerintah hingga 379 M.
Dalam catatan sejarah, Shapur II memberikan nama “Hormuz” kepada selat tersebut sebagai penghormatan kepada ibunya, Ifra Hormizd. Di masa pemerintahannya, ia berhasil memperluas kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah ke wilayah Mesopotamia, Armenia, hingga seluruh pesisir Teluk Persia, dan menguasai jalur perdagangan utama antara Timur dan Barat, termasuk bagian dari Jalur Sutra.
Melalui pelabuhan-pelabuhan penting di sepanjang Teluk Persia dan Selat Hormuz, ia membangun sistem perpajakan efisien atas komoditas ekspor-impor seperti sutra, logam mulia, dan rempah-rempah. Sistem ekonomi tersebut membuat Sasaniyah menjadi salah satu kekaisaran terkaya pada zamannya.
Kini, ratusan tahun setelah kejayaan Sasaniyah berakhir, Selat Hormuz tetap menjadi lokasi strategis yang menentukan nasib energi dan stabilitas global. Dalam situasi geopolitik yang genting, sejarah seakan kembali mengingatkan bahwa siapa yang menguasai Hormuz, bisa menggenggam urat nadi dunia.[]
Putri Aulia Maharani