JAKARTA – Komisi X DPR RI dijadwalkan akan menggelar rapat kerja dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon pada awal Juli 2025 mendatang. Pertemuan ini bertujuan untuk meminta kejelasan mengenai arah proyek penulisan ulang sejarah nasional serta klarifikasi atas pernyataan kontroversial Fadli Zon terkait peristiwa pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, membenarkan bahwa undangan resmi telah disiapkan untuk Fadli Zon. “Betul. InsyaAllah kami undang raker pekan depan. Awal Juli kami undang beliau,” ujar Lalu, Kamis (26/06/2025).
Isu ini mencuat setelah Fadli Zon, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kebudayaan, menyatakan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan terjadinya pemerkosaan massal pada 1998. Pernyataan tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi hak asasi manusia dan aktivis perempuan yang menilai bahwa pernyataan itu meremehkan penderitaan para korban.
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas secara tegas mengecam pernyataan Fadli Zon yang menyebut kasus kekerasan seksual dalam peristiwa 1998 hanya sebagai “rumor”. Mereka mendesak agar Fadli Zon segera menarik ucapannya dan menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada para korban serta keluarga mereka.
Komnas Perempuan pun turut mengecam dan menegaskan kembali temuan lapangan bahwa terdapat setidaknya 52 korban kekerasan seksual yang terdokumentasi, dengan sebagian besar merupakan perempuan dari etnis Tionghoa.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta publik tidak terburu-buru mengaitkan proyek penulisan ulang sejarah dengan upaya politisasi. Ia menegaskan bahwa Komisi X DPR RI berkomitmen mengawal proyek tersebut secara kritis dan objektif.
“Komisi terkait saya dengar akan meminta menteri yang bersangkutan untuk memberikan keterangan di DPR, saya pikir itu bagus, untuk menclear kan hal-hal yang kemudian menjadi polemik di masyarakat,” ujar Dasco usai rapat paripurna, Selasa (24/06/2025).
Dasco mengingatkan bahwa penyusunan sejarah merupakan proses serius yang memerlukan kehati-hatian dan tanggung jawab akademik tinggi. Oleh sebab itu, menurutnya, kesimpulan atau klaim apapun harus berdasarkan kajian mendalam dan data sahih.
“Kan itu baru akan didalami oleh Komisi X DPR. Nah setelah didalami baru diambil kesimpulan, jangan diambil kesimpulan sekarang,” pungkasnya.
Polemik ini menunjukkan pentingnya transparansi pemerintah dalam menjalankan proyek-proyek strategis yang berdampak langsung pada persepsi kolektif masyarakat terhadap sejarah nasional. Rapat mendatang diharapkan bisa menjadi ruang akuntabilitas terbuka atas narasi sejarah yang disusun ulang oleh negara. []
Diyan Febriana Citra.