SEMARANG — Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan meja dan kursi senilai Rp18 miliar di Dinas Pendidikan Kota Semarang kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/07/2025). Agenda persidangan kali ini menghadirkan Kepala SDN Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan, Sukmono, sebagai saksi.
Dua terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri. Keduanya didakwa atas dugaan keterlibatan dalam tiga proyek berbeda, termasuk pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar.
Dalam keterangannya, Sukmono secara tegas menyatakan bahwa pihak sekolah tidak pernah mengajukan permintaan bantuan pengadaan meja dan kursi tersebut.
“Diberitahu satuan koordinator pendidikan (meja-kursi),” ungkap Sukmono di hadapan majelis hakim.
Pernyataan ini sekaligus membantah klaim Alwin Basri yang sebelumnya menyebut bahwa pengadaan tersebut merupakan “aspirasi masyarakat” dan didasarkan pada usulan dari bawah.
Meski begitu, Sukmono tak menampik bahwa kondisi sekolahnya memang membutuhkan sarana baru. Ia menyebut ada puluhan unit meja dan kursi yang sudah tidak layak pakai. Dalam pelaksanaan proyek, SDN Tlogomulyo menerima 56 unit bantuan.“Kami dapat 56 meja-kursi,” ujarnya.
Menariknya, dalam pengakuan lain, Sukmono juga sempat menyebut bahwa dirinya pernah menyampaikan aspirasi ke sejumlah partai politik di Kota Semarang, seperti Gerindra dan PDI-P, terkait kebutuhan sekolah.
“Dulu saya dari Gerindra dan Mbak Deti dari PDI-P,” ucapnya, tanpa menyebut nama Alwin Basri sebagai pihak yang pernah menerima usulan tersebut.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena skema proyek disebut menyasar 16 kecamatan di Kota Semarang, dan bukan hanya terbatas pada sekolah Sukmono. Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Mbak Ita dan Alwin dengan tiga dakwaan utama: pengadaan meja dan kursi di Dinas Pendidikan, proyek pembangunan di sejumlah kecamatan, serta pemotongan insentif.
Total dugaan kerugian negara akibat tindakan korupsi pasangan suami-istri ini mencapai Rp9 miliar, dari nilai proyek keseluruhan Rp18 miliar.
Kasus ini memantik keprihatinan banyak pihak, terutama di sektor pendidikan dasar yang mestinya bebas dari praktik manipulatif. Kesaksian seperti yang disampaikan Sukmono menambah potret nyata bagaimana mekanisme proyek pendidikan kerap dibalut kepentingan politik dan tidak sepenuhnya melibatkan kebutuhan nyata sekolah. []
Diyan Febriana Citra.