BANJAR – Peristiwa pembunuhan yang mengguncang Kabupaten Banjar terjadi jauh dari keramaian kota, tepatnya di kawasan hutan Dusun Oman, Desa Paramasan. Seorang pria berinisial DI ditemukan tewas dalam kondisi tragis. Ia dibunuh dan dimutilasi oleh istri dan iparnya sendiri.
Kepolisian mengungkap bahwa kejadian ini bermula dari konflik rumah tangga yang dipicu oleh kecemburuan. Perselisihan antara pasangan suami istri itu pecah di tengah kawasan hutan yang biasa digunakan warga untuk pendulangan emas.
“Motifnya karena cemburu, terjadi pertengkaran hingga berujung pembunuhan,” jelas Kapolres Banjar AKBP Fadli dalam konferensi pers, Senin (21/07/2025).
Namun, konflik tersebut tidak hanya melibatkan pasangan itu. Adik kandung pelaku perempuan, yang berinisial A, turut serta dalam tindakan keji itu. Menurut keterangan polisi, pertengkaran berujung kekerasan fisik saat DI memukul istrinya. Tindakan itu memicu amarah, dan F membalas dengan membacok sang suami menggunakan parang. Tak lama berselang, A menyerang korban dengan belati.
Aksi keduanya semakin mengerikan setelah korban roboh. F dilaporkan memotong lengan suaminya, sementara A memenggal leher korban. Keduanya mengaku takut korban masih hidup dan bisa bangkit kembali, sehingga mereka memastikan kematian korban secara brutal.
“Kami mengamankan dua barang bukti utama, yaitu parang dan belati yang digunakan pelaku,” terang AKBP Fadli.
Kini, kedua tersangka telah diamankan di Polres Banjar dan dijerat dengan Pasal 338 subsider Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP, yang mengatur tentang pembunuhan dan pengeroyokan yang mengakibatkan kematian. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
“Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” tegas Kapolres.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan domestik yang berujung maut. Namun yang membuat kasus ini berbeda adalah lokasi terjadinya jauh di dalam hutan, di lingkungan terpencil yang jauh dari akses hukum dan bantuan sosial.
Fenomena ini menggarisbawahi pentingnya penguatan sistem perlindungan terhadap perempuan dan upaya deteksi dini konflik rumah tangga di daerah terpencil. Di banyak wilayah pedalaman, pertengkaran suami istri kerap berlangsung tanpa intervensi pihak luar, dan bisa berkembang menjadi tragedi karena tidak ada jalur penyelesaian konflik yang sehat dan aman.
Kasus ini pun mengundang perhatian banyak pihak, baik dari aktivis perempuan maupun pengamat sosial, karena menggambarkan kombinasi antara kemiskinan, keterasingan, dan lemahnya akses keadilan di daerah tertinggal sebagai faktor pemicu kekerasan ekstrem dalam keluarga. []
Diyan Febriana Citra.