JAKARTA — Dunia usaha kembali diingatkan soal pentingnya kepatuhan terhadap regulasi hak cipta, menyusul penetapan tersangka terhadap I Gusti Ayu Sasih Ira, Direktur PT Mitra Bali Sukses, oleh Polda Bali. Perusahaan yang menaungi operasional sejumlah gerai Mie Gacoan di Bali ini diduga menggunakan musik komersial tanpa membayar royalti yang diwajibkan undang-undang.
Penetapan status tersangka ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy. “Iya, (I Gusti Ayu Sasih Ira) tersangka,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Senin (21/07/2025).
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT Mitra Bali Sukses maupun kuasa hukum I Gusti Ayu belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan perkara tersebut.
Kasus ini mencuat setelah Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), sebagai lembaga yang bertugas mengelola dan menyalurkan royalti musik secara legal, melaporkan dugaan pelanggaran ke kepolisian pada 26 Agustus 2024. Dalam laporannya, SELMI menyebutkan sejumlah gerai Mie Gacoan di Bali memutar musik komersial di ruang usaha tanpa menyelesaikan kewajiban pembayaran royalti.
Pihak kepolisian menyebut potensi kerugian negara yang timbul dari pelanggaran ini bisa mencapai miliaran rupiah. Angka tersebut merujuk pada formulasi yang telah diatur dalam keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (SK Menkumham RI) terkait penghitungan nilai royalti.
Seiring berkembangnya industri makanan dan minuman (F&B) di Indonesia, banyak pelaku usaha kerap abai terhadap aspek hukum non-fisik seperti penggunaan musik dalam ruang publik. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penggunaan karya cipta termasuk musik di restoran, kafe, hingga pusat perbelanjaan wajib mendapatkan izin dan membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak.
Dalam kasus ini, I Gusti Ayu dijerat dengan regulasi tersebut dan berpotensi menghadapi hukuman pidana serta denda besar apabila terbukti melanggar. UU Hak Cipta mengatur ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar bagi pelanggaran hak ekonomi pencipta.
Kejadian ini kembali menegaskan bahwa pelaku usaha tidak hanya dituntut kreatif dalam mengembangkan bisnis, tetapi juga dituntut untuk taat hukum, termasuk dalam hal yang sering dianggap sepele seperti musik latar di tempat usaha. Pelanggaran royalti bukan hanya merugikan pencipta lagu, tetapi juga mencederai sistem distribusi hak kekayaan intelektual yang menjadi bagian penting dalam ekosistem ekonomi kreatif nasional.
Selain itu, kasus ini menjadi peringatan penting bagi para pemilik bisnis F&B di seluruh Indonesia agar lebih berhati-hati dalam memanfaatkan musik sebagai penunjang suasana tanpa memperhatikan aspek legalitasnya. []
Diyan Febriana Citra.