NGAWI — Fenomena percobaan bunuh diri yang kembali terjadi di Jembatan Kendung, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, menyita perhatian warga dan memunculkan desakan serius kepada pemerintah setempat. Sejak awal tahun 2025, lokasi ini sudah tiga kali dijadikan tempat percobaan bunuh diri, menunjukkan bahwa jembatan yang melintasi Sungai Bengawan Madiun tersebut kini menjadi titik rawan yang memerlukan penanganan segera.
Insiden terbaru berlangsung pada Selasa pagi, 22 Juli 2025. Seorang perempuan berinisial S (53), warga Dusun Nguwin, Desa Mangunharjo, mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jembatan tersebut. Sepeda yang ditinggalkan di pinggir jembatan menimbulkan kecurigaan warga, yang kemudian menyadari keberadaan tubuh S di sungai.
Tubuh S sempat terlihat muncul dan tenggelam di air sungai yang kala itu sedang tenang. Warga yang berada di sekitar lokasi segera memberikan pertolongan. Korban akhirnya berhasil diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi lemah.
Menurut penuturan sejumlah warga, aksi nekat S diduga dipicu oleh tekanan ekonomi dan kondisi rumah tangga yang berat. Suaminya tengah menderita sakit parah dan membutuhkan tindakan operasi, sementara S hanya bekerja sebagai buruh tani musiman.
“Kondisi ekonominya memang sulit. Dia teman saya waktu buruh panen padi. Suaminya sekarang sakit dan butuh dioperasi,” ujar Satiman, warga Desa Kendung, yang mengenal korban secara pribadi.
Sebelum kejadian, S sempat mengunjungi rumah orang tuanya di Magetan untuk mencari bantuan. Namun, ia kembali ke Ngawi tanpa memberi kabar. Pihak keluarga baru mengetahui kejadiannya setelah tubuh S ditemukan di aliran sungai.
“Ibunya sempat mencarinya ke rumah di Nguwin, tapi nggak ketemu. Ternyata dia sudah lompat dari Jembatan Kendung,” tambah Satiman.
Rangkaian insiden ini memicu kekhawatiran warga sekitar. Mereka menilai, selain faktor sosial, minimnya infrastruktur pengaman di Jembatan Kendung turut memperbesar risiko. Selama ini, jembatan tersebut tidak memiliki pagar pembatas di sisi kiri-kanan, serta hanya dilengkapi satu lampu penerangan di bagian tengah.
“Selama ini tidak ada pagar pembatas. Malam juga gelap, hanya ada satu lampu di tengah jembatan. Kami minta perhatian pemerintah,” kata Satiman lagi, menyuarakan aspirasi masyarakat sekitar.
Warga berharap pemerintah kabupaten segera mengambil langkah antisipatif, tidak hanya dengan memasang pagar pengaman dan penerangan yang memadai, tetapi juga menyediakan layanan konseling dan bantuan sosial bagi warga rentan yang tengah menghadapi tekanan hidup. Kasus ini menjadi pengingat bahwa keselamatan warga tak hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga kesejahteraan mental dan sosial. []
Diyan Febriana Citra.