SAMARINDA — Polemik akses jalan menuju Perumahan STV terus bergulir dan kini memasuki tahap krusial. Hingga Jumat (05/12/2025), keputusan final masih berada di tangan pemilik lahan yang tengah melakukan musyawarah internal atas tawaran solusi dari Pemerintah Kota Samarinda.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Darah (DPRD) Kota Samarinda, Samri Saputra, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi intensif dengan pemilik tanah untuk mencari titik temu terbaik terkait pembukaan akses jalan tersebut. Menurutnya, seluruh proses kini bergantung pada keputusan hasil diskusi internal pemilik lahan.
“Jadi kita sudah berbicara dengan pemilik lahan ada alternatif lain yang kita sampaikan, tapi kita ini masih menunggu dari pemilik lahan berunding dulu terhadap tawaran yang diberikan oleh Pemerintah Kota,” ujarnya.
Samri menjelaskan, mekanisme ganti rugi harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku karena tanah yang akan dibebaskan merupakan aset pribadi milik warga dengan sertifikat resmi. “Kalau ganti rugi itu jelas menurut aturan karena ini yang mau dibebaskan ini kan jalan, jadi ini menurut aset itu lahan memang kan lahan pribadi masyarakat yang bersertifikat,” katanya.
Ia menerangkan bahwa pemerintah menawarkan opsi hibah sebagian lahan agar akses jalan baru dapat dibangun menuju perumahan warga. “Jadi pemerintah akan membuahkan jalan baru ke perumahan masyarakat itu, kita negosiasinya ini minta ke pemilik lahan supaya dia menghibahkan sebagian tanahnya untuk kita bangunkan jalan,” jelasnya.
Samri menegaskan hibah menjadi dasar hukum penting sebelum pembangunan bisa dilakukan. “Karena itu bisa dibangunkan kalau kemudian lahan itu dihibahkan dulu sebagai alas haknya, kalau di situ tidak dihibahkan, maka pemerintah tidak bisa membangun, itu solusi yang kita tawarkan,” tuturnya.
Menurutnya, kebutuhan lahan untuk akses tersebut mencapai sekitar 300 meter dengan lebar 4 meter, berada di bagian tepi lahan milik warga seluas sekitar dua hektare.
“Tanah itu sekitar 300 m x 4 m, panjang 300 lebar sekitar 4 m, kalau tanah pemilik lahan sekitar 2 hektar, cuman kita ini kan minta di ujung lahannya,” ucapnya.
Posisi lahan yang diminta dinilai strategis dan dapat berfungsi turut meningkatkan nilai ekonomi pemilik tanah. “Ujung, kalau pinggirnya ini kan sekaligus bisa menjadi sebagai pembatas pinggirnya,” tambahnya.
Samri optimistis bahwa jika akses jalan terwujud, semua pihak akan merasakan manfaat besar. “Kalau ini jadi, otomatis juga nilai tanahnya juga kan jadi naik, nilai ekonomisnya meningkat,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa tawaran hibah tanah disusun agar tidak ada pihak yang dirugikan. “Tawaran yang kita sampaikan supaya semua pihak juga sama-sama diuntungkan, masyarakat bisa lewat, pemerintah juga dalam mengambil kebijakan ini tidak melanggar hukum, dan yang punya lahan juga tidak dirugikan,” katanya.
Meski pemilik tanah harus merelakan sebagian kecil lahannya, keuntungan jangka panjang dinilai lebih besar. “Walaupun ya memang dia harus berkorban sebagian tanahnya, tapi kalau kita menghitung secara ekonomis, lebih besar keuntungannya setelah dia menghibahkan sebagian tanahnya,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa alternatif terbaik adalah memindahkan jalur ke tepi lahan. “Yang sekarang kan posisinya di tengah tanah, sehingga alternatif mungkin itu jalannya dipindah ke ujung pemilik tanahnya,” pungkasnya. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

