SAMARINDA — Sorak orasi dan bentangan spanduk mewarnai halaman depan Gedung Rektorat Universitas Mulawarman (Unmul) pada Jumat (15/08/2025). Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unmul turun ke jalan menyuarakan protes terhadap pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025.
Bagi mereka, acara PKKMB tahun ini bukan sekadar agenda rutin penyambutan mahasiswa baru, melainkan cermin kemunduran prinsip kebebasan akademik. Presiden BEM KM Unmul, M. Ilham Maulana, menilai pelaksanaannya sarat dengan nuansa otoriter dan mengabaikan semangat demokrasi kampus.
“Penggunaan GOR 27 sebagai lokasi utama PKKMB dinilai tidak layak untuk menampung lebih dari 6.000 mahasiswa baru. Aspek keselamatan, kenyamanan, hingga kapasitas tidak memenuhi standar. Usulan tempat yang lebih representatif telah disampaikan, tetapi ditolak tanpa ruang dialog,” tegas Ilham.
Ia juga mempersoalkan kehadiran Pangdam dalam kegiatan PKKMB. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk militerisasi yang tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berpikir.
“Kampus bukan tempat untuk menormalisasi kekuasaan militer. Ini mencederai semangat kebebasan berpikir dan pendidikan yang memerdekakan,” ujarnya.
Isu yang diangkat BEM KM tidak berhenti pada masalah teknis PKKMB. Mereka juga mengecam langkah Rektorat dan Dekanat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang meminta maaf kepada Wakil Gubernur Kalimantan Timur usai aksi simbolik mahasiswa FKIP. Dalam aksi itu, mahasiswa melakukan protes damai dengan diam dan berpaling badan.
“Ketika institusi akademik meminta maaf hanya karena seorang pejabat tersinggung, maka yang direndahkan adalah martabat dan otonomi kampus,” kata Ilham.
Melalui aksi ini, mahasiswa menyampaikan enam tuntutan yang mereka anggap sebagai langkah awal memulihkan integritas kampus:
-
Mendesak Rektor untuk tidak melakukan intimidasi dan melawan segala bentuk tekanan terhadap mahasiswa.
-
Memberikan hak penuh kepada mahasiswa untuk mengelola PKKMB.
-
Menolak tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT).
-
Mendesak transparansi anggaran serta pembaruan sistem monitoring dan evaluasi Universitas Mulawarman.
-
Menuntut penangkapan pelaku pungutan liar di lingkungan kampus.
-
Mendesak pengeluaran pelaku kekerasan seksual dari Unmul.
Di bawah teriknya matahari siang, massa aksi tetap bertahan menyuarakan orasi. Poster-poster bertuliskan “Tolak Intimidasi” dan “Kampus Merdeka, Bukan Kampus Takut” menjadi pemandangan yang kontras dengan gedung rektorat yang menjulang di belakang mereka.
Bagi para peserta, aksi ini bukan sekadar reaksi sesaat, melainkan pernyataan sikap untuk mempertahankan kampus sebagai ruang aman bagi berpikir kritis dan menyampaikan pendapat. Mereka menegaskan, demokrasi kampus harus dijaga dari segala bentuk intervensi, baik dari dalam maupun luar institusi. []
Diyan Febriana Citra.