Bantuan 20 Kg Beras Diserbu Warga Mojokerto

Bantuan 20 Kg Beras Diserbu Warga Mojokerto

MOJOKERTO – Antrean panjang warga di Kelurahan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, pada Sabtu (19/07/2025) pagi mencerminkan betapa beratnya tekanan ekonomi yang dialami masyarakat bawah di tengah melonjaknya harga beras dan maraknya praktik curang seperti beras oplosan. Ratusan warga dari kelompok ekonomi rentan rela berpanas-panasan demi mendapatkan 20 kilogram beras bantuan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Mereka berdatangan sejak pagi sambil membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sebagai syarat untuk memperoleh jatah bantuan. Kondisi ini menjadi cerminan nyata ketimpangan akses pangan yang terus memburuk akibat lonjakan harga kebutuhan pokok, khususnya beras yang kini dijual di pasar antara Rp 14.500 hingga Rp 17.000 per kilogram.

“Antre beras dari Bapanas, dari Bulog. Satu bulannya dapat 10 kilogram, ini 2 bulan jadi 20 kilogram, Juni dan Juli. Tahun ini baru kali ini dapat. Alhamdulillah, karena harga beras di pasar sekarang mahal, bisa sampai Rp 15.500 per kilogram,” ujar Fatmasari, warga penerima bantuan.

Fatmasari menyebut bahwa tahun sebelumnya ia sempat menerima bantuan serupa, namun tahun ini bantuan tersebut terasa jauh lebih berarti karena harga kebutuhan pokok semakin sulit dijangkau. Kenaikan harga yang tidak diimbangi dengan pendapatan membuat banyak keluarga harus mengandalkan bantuan agar dapur tetap mengepul.

Kepala Perum Bulog Kantor Surabaya Selatan, Muhammad Husni, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyalurkan total 156.560 kilogram beras untuk Kota Mojokerto sebagai bagian dari program bantuan pangan tahun 2025. Bantuan tersebut dialokasikan untuk bulan Juni dan Juli, namun penyalurannya dilakukan sekaligus dalam bulan Juli untuk meningkatkan efisiensi.

“Untuk tahun 2025, ini alokasi Juni dan Juli disalurkan sekaligus pada bulan Juli. Setiap penerima mendapat 20 kilogram beras kualitas medium. Total penerima untuk Kota Mojokerto sebanyak 7.828 orang,” kata Husni.

Program ini merupakan bagian dari intervensi pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dan menekan dampak buruk inflasi pangan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.

Namun di sisi lain, fenomena ini juga mengungkap kelemahan struktural dalam sistem distribusi pangan dan lemahnya perlindungan sosial yang berkelanjutan. Ketergantungan terhadap bantuan menandakan bahwa banyak rumah tangga belum memiliki akses ekonomi yang stabil untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Pemerintah menyatakan program bantuan ini akan terus berjalan selama harga beras masih tinggi dan daya beli masyarakat belum pulih. Harapannya, bantuan ini tidak hanya meringankan beban rumah tangga, tetapi juga mencegah praktik nakal di pasar seperti pengoplosan dan penimbunan beras. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews