SAMARINDA – Keputusan PT. Bara Bukit Energi (BBE) yang berencana menutup akses air di kawasan bekas tambang memunculkan kritik tajam dari DPRD Kota Samarinda. Kolam hasil aktivitas tambang yang selama ini dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber kehidupan sehari-hari dinilai menjadi korban kebijakan perusahaan yang lebih mementingkan keuntungan finansial.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa kolam tersebut terbentuk akibat tumpukan material overburden (OB) dari aktivitas pertambangan. Ironisnya, meski lahannya diambil untuk keuntungan perusahaan, air yang terjebak akibat aktivitas BBE kini menjadi tumpuan hidup warga setempat.
“Jadi masyarakat itu meminta bahwa di situ kan ada void, kolam yang ternyata lahan, sekarang itu akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Samri saat ditemui di Gedung DPRD Kota Samarinda, Selasa (21/10/2025) sore.
Menurut Samri, selama ini air dari kolam tersebut digunakan warga untuk pertanian, perikanan, hingga mandi cuci kakus (MCK). Namun rencana penutupan kolam oleh perusahaan menuai protes warga yang khawatir kebutuhan hidup sehari-hari terganggu. “Itu selama ini air dimanfaatkan oleh masyarakat dan masyarakat meminta, dan beberapa waktu yang lalu PT. BBE katanya itu mau ditutup,” ungkapnya.
Masyarakat menilai keputusan perusahaan menutup akses air menunjukkan ketidakpedulian BBE terhadap kesejahteraan warga yang terdampak tambang. “Sehingga masyarakat mengadu meminta supaya itu lahan yang ditutup karena manfaatnya sangat besar untuk masyarakat, buat pertanian, perikanan, dan termasuk MCK,” tutur Samri.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak terkait, Komisi I DPRD Samarinda menekankan agar perusahaan menunda rencana penutupan sampai ada solusi yang jelas. “Kesimpulannya tadi dari rapat, kita meminta supaya air yang ada tetap dimanfaatkan oleh masyarakat, BBE jangan melakukan penutupan dulu,” tegas Samri.
Samri menyadari perusahaan memiliki tanggung jawab lingkungan dan regulasi pascatambang. Namun, ia menilai BBE belum menunjukkan upaya serius untuk menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan hak hidup warga terdampak. “PT. BBE berupaya untuk mengatasi permasalahan ini, masalah air tadi kan informasi sebenarnya masalah air,” katanya.
Fokus DPRD saat ini adalah memastikan masyarakat tetap memiliki akses terhadap air dan lahan yang digunakan, tanpa terganggu oleh keputusan sepihak perusahaan. “Tapi itu kita tadi belum membahas secara spesifik, tapi kita fokus pada lahan yang saat ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat, supaya itu bisa terus dimanfaatkan,” terang Samri.
Jika penutupan tetap dilakukan, DPRD menegaskan hal itu seharusnya hanya dilakukan setelah seluruh kegiatan tambang berhenti dan alternatif sumber air bagi masyarakat tersedia. “Bila perlu kalau memang ada rencana penutupan itu, biarlah itu nanti belakangan sampai dengan PT. BBE berhenti berusaha,” tutupnya.
Kritik mengemuka: perusahaan yang meraup keuntungan dari tambang, kini berpotensi membuat masyarakat buntung karena mengabaikan kebutuhan dasar mereka terhadap air. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

