SLEMAN — Pengadilan Negeri Sleman kembali menggelar sidang lanjutan kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Argo Ericko Achfandi. Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (21/10/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap terdakwa, Christiano Pangarapenta Pangindahen Tarigan, dengan hukuman dua tahun penjara.
Dalam amar tuntutan yang dibacakan JPU Rahajeng Dinar, Christiano dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Christiano Pangarapenta Pangindahen Tarigan dengan pidana penjara selama dua tahun, dikurangi masa penahanan yang telah dijalani, serta denda sebesar Rp12 juta subsidair enam bulan kurungan,” ujar Rahajeng di hadapan majelis hakim.
JPU juga menilai, tindakan terdakwa menimbulkan akibat fatal berupa meninggalnya korban Argo Ericko. Namun, di sisi lain, jaksa mengakui adanya faktor meringankan. Antara lain, kecelakaan terjadi akibat kelalaian kedua belah pihak, terdakwa bersikap kooperatif, mengakui kesalahan, serta telah dimaafkan oleh keluarga korban.
“Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, menyesali kesalahannya, dan belum pernah dihukum sebelumnya,” imbuh Rahajeng.
Sementara itu, Koordinator Tim Penasihat Hukum terdakwa, Achiel Suyanto, menilai tuntutan dua tahun penjara terlalu berat. Meski demikian, pihaknya tetap menghormati keputusan dan kewenangan jaksa dalam menuntut.
“Kalau menurut saya, terlalu berlebihan dengan dua tahun. Dari analisis kami, seharusnya sekitar satu tahun sampai satu setengah tahun sudah cukup. Tapi tentu kami menghormati hak jaksa untuk menuntut,” kata Achiel usai sidang.
Ia menjelaskan, dari rangkaian persidangan sebelumnya, terungkap bahwa baik korban maupun terdakwa sama-sama melakukan kelalaian di jalan. Berdasarkan keterangan saksi dan rekaman CCTV, korban diketahui memutar arah secara tiba-tiba sebelum kecelakaan terjadi.
“Peran kedua-duanya sama, ada unsur kelalaian di situ. Tidak bisa dikatakan ini sepenuhnya kesalahan terdakwa,” jelas Achiel.
Menurutnya, jika korban tidak melakukan putar balik mendadak, kemungkinan besar kecelakaan itu dapat dihindari.
“Kalau si korban tidak memutar balik, mungkin kecelakaan tidak akan terjadi,” ujarnya.
Atas tuntutan tersebut, majelis hakim yang diketuai Irma Wahyuningsih memberikan waktu satu minggu bagi pihak terdakwa untuk menyusun pleidoi atau nota pembelaan.
Menurut Achiel, materi pembelaan akan menitikberatkan pada fakta hukum mengenai kelalaian bersama dan itikad baik kliennya selama proses hukum berlangsung.
“Kami tidak menuntut bebas karena kami sadar ada korban. Tapi kami berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan faktor keringanan,” tutup Achiel.
Sidang akan kembali digelar pada Selasa (28/10/2025) dengan agenda pembacaan pleidoi dari pihak terdakwa. []
Diyan Febriana Citra.

