SAMARINDA — Upaya mewujudkan Kalimantan Timur (Kaltim) bebas stunting dinilai membutuhkan kerja bersama lintas sektor dan tidak dapat hanya bergantung pada peran pemerintah. Keterbatasan kapasitas fiskal, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, menjadi tantangan tersendiri dalam mempercepat penurunan angka stunting. Karena itu, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dinilai sebagai kunci untuk mencapai target nol stunting secara berkelanjutan.
Sinergi lintas unsur, mulai dari pemerintah daerah, legislatif, hingga sektor nonpemerintah, disebut telah menunjukkan dampak positif, khususnya di wilayah perkotaan seperti Kota Samarinda. Pelibatan dunia usaha, lembaga sosial, serta optimalisasi sumber pendanaan alternatif dinilai mampu memperkuat intervensi penanganan stunting, baik dari sisi pencegahan maupun penanganan langsung pada keluarga berisiko.
Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Muhammad Darlis Pattalongi, menegaskan bahwa persoalan stunting merupakan isu multidimensi yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah saja. Menurutnya, keterbatasan anggaran daerah menuntut adanya pendekatan kolaboratif agar program penurunan stunting dapat berjalan lebih efektif.
“Jadi kita memang harus berkolaborasi, stunting tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah, karena apalagi dengan kapasitas fiskal sekarang, APBD pada semua strata itu sangat terbatas,” ujarnya saat ditemui pada Minggu (14/12/2025).
Darlis menjelaskan, di Kota Samarinda telah terbangun sinergi lintas sektor antara DPRD dan Pemerintah Kota Samarinda untuk memperkuat upaya percepatan penurunan stunting. Kolaborasi tersebut melibatkan berbagai pihak dengan tujuan memperluas jangkauan intervensi di masyarakat.
“Jadi kita memang, kalau di Samarinda ya, saya kemudian saya dapet di Samarinda, kami berkoneksi dengan pemerintah Kota Samarinda supaya kita berkolaborasi semua pihak,” katanya.
Menurut Darlis, keterlibatan sektor nonpemerintah menjadi elemen penting agar target nol stunting dapat dicapai secara optimal dan merata. Ia menilai, potensi dukungan dari pihak swasta dan masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi perlu diorganisasi dengan baik agar dapat mendukung program pemerintah.
“Bukan hanya menggantungkan diri pada APBD, tapi juga kita melibatkan swasta, toko-toko masyarakat kita yang kebetulan diberikan kecukupan rezeki untuk bersama-sama, untuk dengan pemerintah menolkan angka stunting itu, target kita nol,” tuturnya.
Ia mengungkapkan bahwa hasil kolaborasi yang telah dilakukan di Samarinda menunjukkan dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan angka stunting. Sinergi lintas sektor tersebut dinilai mampu meningkatkan efektivitas program dibandingkan jika hanya mengandalkan anggaran pemerintah.
“Alhamdulillah ternyata di Samarinda juga, ketika itu kita aja kolaborasi, mereka tingkat parsingnya cukup tinggi tuh,” ucapnya.
Darlis menilai selama ini ajakan untuk berkolaborasi sering kali belum dimaksimalkan, sehingga potensi penurunan stunting belum sepenuhnya tergarap. Padahal, menurutnya, kerja bersama dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan merata.
“Kadang-kadang hanya ajakan untuk berkolaborasi itu yang seringkali kita tidak lakukan secara maksimal,” katanya.
Ia juga menceritakan pengalaman kolaborasi yang dilakukan pada Desember lalu, yang dinilai berhasil menekan angka stunting secara signifikan. Hasil tersebut memperkuat keyakinannya bahwa pendekatan kolaboratif merupakan strategi yang tepat.
“Saya membuktikan disemberi, ternyata cukup berhasil penurunan angka stunting, bahkan mungkin hari ini bisa sesudah nol,” ujarnya.
Menurut Darlis, keberhasilan tersebut tidak lepas dari keterlibatan berbagai unsur, mulai dari pemerintah, dunia usaha, hingga lembaga sosial dan keagamaan. Pemanfaatan dana sosial dinilai dapat menjadi solusi tambahan untuk menutup keterbatasan anggaran pemerintah.
“Karena pemerintah terlibat, dunia swasta terlibat, dunia usaha terlibat, bahkan kita punya dana di Baznas itu ya, disalurkan untuk menutup angka stunting itu,” jelasnya.
Ia berharap pola kolaborasi yang telah berjalan di Samarinda dapat direplikasi di seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Timur. Dengan dukungan kelembagaan yang telah tersedia di daerah, ia optimistis upaya percepatan penurunan stunting dapat dilakukan secara lebih merata.
“Jadi, Baznas kan ada di Kabupaten Kota, kita berharap kalau seperti itu, dana Baznas juga kita harapkan untuk itu,” tutupnya. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

