SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur berencana menempuh langkah lanjutan untuk mengusut insiden kapal tongkang yang menabrak Jembatan Mahakam Ulu. Insiden tersebut dinilai serius karena menyangkut keselamatan infrastruktur strategis daerah serta tata kelola aktivitas pelayaran di perairan Sungai Mahakam.
Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan pemanggilan dan koordinasi dengan instansi terkait pada awal tahun mendatang. Langkah tersebut diambil untuk memperoleh kejelasan mengenai penyebab kejadian serta pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. “Berkemungkinan akan kita lakukan pemanggilan dan koordinasi kepada instansi terkait, itu nanti di awal tahun,” ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Jumat (26/12/2025).
Hasanuddin mengungkapkan, hingga saat ini DPRD Kaltim belum memperoleh informasi utuh terkait kronologi maupun faktor penyebab insiden tabrakan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan meminta penjelasan langsung dari pihak operator dan regulator yang berwenang. “Terkait persoalannya kita belum tahu persis, tapi kita akan menanyakan ini kepada operator, karena yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya itu operator yaitu Pelindo, dan regulatornya adalah KSOP,” ungkap Hasanuddin.
Ia menambahkan bahwa rencana pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) belum dapat dilakukan dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan peristiwa tersebut terjadi di penghujung tahun anggaran. Meski demikian, DPRD Kaltim mencatat sejumlah hal penting yang akan menjadi perhatian pada pembahasan selanjutnya. “RDP juga belum bisa dilaksanakan karena terjadi di akhir tahun, tapi satu hal yang menjadi catatan kami adalah ke depan harus ada pemberdayaan perusahaan daerah,” tambahnya.
Lebih jauh, Hasanuddin menekankan pentingnya optimalisasi peran Perusahaan Daerah Mahakam Sumber Jaya (MPS). Menurutnya, seluruh aktivitas pelayaran dan kegiatan ekonomi yang berlangsung di bawah Jembatan Mahakam dan Jembatan Mahakam Ulu merupakan aset daerah yang seharusnya memberikan kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Semua aktivitas di bawah jembatan itu adalah aset daerah, sehingga tidak boleh lagi perusahaan swasta langsung ke operator atau regulator, tetapi harus melalui perusahaan daerah dalam rangka peningkatan PAD,” tegas Hasanuddin.
Ia juga menyoroti minimnya keterlibatan perusahaan daerah dalam aktivitas pelayaran yang ada saat ini. Dari sekitar sepuluh kapal yang beroperasi, hanya satu hingga dua kapal yang tercatat menggunakan skema melalui perusahaan daerah. “Ini baru satu atau dua kapal dari sepuluh kapal yang beroperasi yang melalui perusda, padahal itu aset daerah, sehingga dalam rangka peningkatan PAD dan sesuai dengan arah kebijakan pemerintah, perusahaan daerah harus diberdayakan,” tutup Hasanuddin.
Insiden ini diharapkan menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan pelayaran di Sungai Mahakam, sekaligus mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam mengelola aset strategis secara lebih optimal dan berkelanjutan. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

