Dua Pejabat DPRK Nabire Jadi Tersangka Korupsi Perjalanan Dinas

Dua Pejabat DPRK Nabire Jadi Tersangka Korupsi Perjalanan Dinas

NABIRE – Kejaksaan Negeri (Kejari) Nabire kembali menegaskan komitmennya memberantas praktik korupsi di daerah. Setelah melakukan penyelidikan panjang, dua pejabat Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nabire resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi perjalanan dinas tahun anggaran 2023.

Kepala Kejari Nabire, Moh Harun Sunadi, menjelaskan bahwa keputusan penetapan tersangka dilakukan pada Senin (08/09/2025) usai penyidik memperoleh bukti kuat terkait perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp896.474.450.

“Fakta hukum menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum dengan niat jahat (mens rea) dari kedua tersangka yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp 900 juta,” tegas Harun dalam keterangan tertulis, Selasa (09/09/2025).

Sebelum sampai pada tahap ini, penyidik memeriksa setidaknya 45 saksi, menelaah dokumen pertanggungjawaban, hingga mengacu pada hasil audit kerugian negara yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Papua Tengah.

Dua tersangka yang ditetapkan adalah DK, pengguna anggaran sekaligus pelaksana perjalanan dinas, dan AG, pejabat penatausahaan keuangan (PPK). Keduanya diduga terlibat aktif dalam menyetujui dokumen fiktif sehingga anggaran bisa dicairkan secara melawan hukum.

Kasus ini berawal dari kegiatan bimbingan teknis di Batam pada 2023 dengan alokasi anggaran lebih dari Rp2 miliar. Dari kegiatan yang diikuti 39 orang, penyidik menemukan sejumlah manipulasi, mulai dari surat perintah perjalanan dinas (SPPD) tanpa tanggal jelas, hingga penggunaan tiket pesawat dan bill hotel palsu.

“Penyidik juga mengungkapkan sejumlah modus yang dilakukan, di antaranya, 22 tiket pesawat dan boarding pass fiktif untuk penerbangan pulang Batam–Nabire terhadap 32 orang, agar lamanya perjalanan bisa dimanipulasi sehingga peserta mendapat uang harian, uang representasi, dan tunjangan lebih besar,” ungkap Harun.

Selain itu, ada pula 30 bill hotel fiktif, padahal biaya penginapan sebenarnya telah ditanggung penyelenggara di Batam. “Dana yang dicairkan justru dibagi-bagi ke peserta perjalanan, termasuk tersangka,” sambungnya. Bahkan, tujuh orang yang sama sekali tidak mengikuti perjalanan tetap memperoleh uang dinas.

Dalam praktiknya, DK diduga menerima Rp39.298.000, sementara AG menerima Rp32.500.000 dari dana yang dicairkan. Meski jumlah yang diterima lebih kecil dibanding kerugian total, keduanya dianggap berperan penting dalam memuluskan pencairan anggaran.

Kejari Nabire menegaskan langkah hukum ini menjadi bukti keseriusan kejaksaan dalam menindak praktik korupsi yang kerap membebani keuangan negara.

“Kami akan terus bekerja profesional untuk menuntaskan perkara, memulihkan kerugian negara, dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi,” kata Harun.

Kasus ini menambah daftar panjang perkara korupsi di daerah yang melibatkan perjalanan dinas sebagai modus. Publik pun berharap proses hukum berjalan transparan hingga ke tahap persidangan, agar keadilan benar-benar terwujud dan kerugian negara dapat dikembalikan. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews