TANGERANG – Fenomena hujan es kembali melanda sejumlah wilayah di Kota dan Kabupaten Tangerang, Banten, pada Jumat (31/10/2025) sore. Butiran es berukuran kecil sempat turun bersama hujan deras di beberapa kawasan, menandai semakin kuatnya aktivitas cuaca ekstrem di wilayah Banten memasuki musim penghujan.
Kepala BMKG Wilayah II Hartanto menjelaskan bahwa hujan es yang terjadi kali ini bukanlah kejadian tunggal. Sejak awal Oktober, fenomena serupa telah dilaporkan terjadi beberapa kali di wilayah Tangerang Raya, termasuk di Gading Serpong, Kelapa Dua, dan Tangerang Selatan.
“Fenomena hujan es seperti hari ini memang sering terjadi pada musim peralihan dan musim penghujan. Dan hujan es sendiri merupakan bencana hidrometeorologi yang diakibatkan dari awan cumulonimbus,” jelas Hartanto.
Ia memaparkan, hujan es kali ini dipicu oleh nilai Dipole Mode Indeks (DMI) negatif, yaitu kondisi anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian timur yang lebih hangat dibanding baratnya. Keadaan ini mendorong peningkatan curah hujan di wilayah barat Indonesia, termasuk Banten.
“Hujan es yang terjadi pada tanggal 31 Oktober 2025 siang-sore hari ini dipicu oleh nilai Dipole Mode Indeks negatif yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan curah hujan khususnya di wilayah Banten,” ujarnya.
Hartanto menambahkan, wilayah Banten, termasuk Tangerang, saat ini sudah sepenuhnya memasuki musim hujan. Suhu muka laut di sekitar perairan Banten yang relatif hangat turut meningkatkan proses penguapan dan kelembapan udara. Akibatnya, pembentukan awan hujan, terutama awan cumulonimbus, menjadi lebih sering dan intens.
“Saat ini sebagian besar wilayah Banten sudah masuk musim hujan, yaitu wilayah Tangsel, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang,” katanya.
BMKG menjelaskan, hujan es berawal dari pembentukan awan cumulonimbus, yakni awan menjulang tinggi berwarna gelap yang terbentuk akibat pengangkatan massa udara ke atas. Di dalam awan ini terdapat arus udara naik dan turun yang sangat kuat, menyebabkan tetesan air membeku menjadi butiran es sebelum akhirnya jatuh bersamaan dengan air hujan.
Selain faktor suhu laut dan DMI, aktivitas atmosfer seperti low frequency dan labilitas udara yang tinggi juga memperkuat potensi munculnya cuaca ekstrem. Karena itu, BMKG mengingatkan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan, terutama terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
“BMKG mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang menyebabkan terjadinya genangan, banjir, tanah longsor, hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang, serta hujan es pada musim hujan seperti ini,” ujar Hartanto.
Masyarakat diimbau untuk memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi BMKG dan segera mengambil langkah mitigasi jika hujan deras disertai kilat dan angin kencang mulai melanda wilayah mereka. []
Diyan Febriana Citra.

