LUMAJANG – Aktivitas vulkanik Gunung Semeru kembali menunjukkan peningkatan. Sabtu pagi (19/07/2025), sekitar pukul 07.43 WIB, gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut mengalami erupsi dengan lontaran kolom abu setinggi 500 meter. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat letusan ini sebagai bagian dari pola aktivitas yang terus meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Gunung yang menjulang di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang ini memang dikenal aktif. Letusan kali ini terpantau jelas dari pos pengamatan, dengan abu berwarna putih hingga kelabu tebal, menyebar ke arah selatan dan barat daya.
“Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 22 mm dan durasi 115 detik,” ungkap Mukdas Sofian, pengamat Gunung Api Semeru dalam laporan resminya.
Data seismik selama 24 jam terakhir menunjukkan adanya 59 kali gempa letusan, ditambah lima kali gempa guguran. Meskipun belum ada laporan kerusakan atau korban jiwa, lonjakan aktivitas ini mengindikasikan tekanan dari perut bumi yang terus meningkat. PVMBG tetap menetapkan status Gunung Semeru pada Level II (Waspada).
Masyarakat sekitar diimbau untuk tidak beraktivitas dalam radius 8 kilometer dari pusat letusan serta menjaga jarak minimal 500 meter dari tepi sungai yang berhulu dari puncak Semeru, khususnya di aliran Besuk Kobokan. Jalur sungai ini dikenal sebagai kawasan paling rawan terkena awan panas dan aliran lahar saat erupsi terjadi.
“Masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 kilometer dari puncak,” tegas Mukdas.
Potensi bahaya tidak bisa diabaikan. Walaupun letusan saat ini belum berdampak langsung pada permukiman, sejarah panjang Semeru mencatat bahwa eskalasi aktivitas bisa terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, penting bagi warga di sekitar lereng gunung untuk selalu mengikuti arahan dari otoritas resmi dan memantau informasi terbaru dari PVMBG.
Penutupan sementara jalur pendakian hingga 26 Agustus 2025 juga menjadi langkah preventif yang diambil oleh pengelola kawasan konservasi. Keputusan ini diambil untuk memastikan keselamatan pengunjung dan petugas di tengah ketidakpastian aktivitas vulkanik.
Kejadian ini kembali menegaskan bahwa hidup berdampingan dengan gunung berapi memerlukan kewaspadaan berkelanjutan. Mitigasi risiko dan kesiapsiagaan warga menjadi kunci utama dalam mengurangi potensi bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. []
Diyan Febriana Citra.