PEKANBARU – Pemerintah pusat semakin serius dalam menangani ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau. Musim kemarau yang semakin kering di tengah Juli 2025 memicu peningkatan risiko kebakaran, terutama di kawasan gambut rawan api seperti Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu.
Sebagai respons cepat, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, turun langsung ke Pekanbaru pada Kamis (24/07/2025) untuk melepas 200 relawan pemadam kebakaran. Mereka diberangkatkan dari kompleks PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menuju lokasi-lokasi rawan api di Rokan Hilir.
Langkah ini bukan sekadar seremonial, melainkan bagian dari operasi besar dan terkoordinasi yang melibatkan banyak elemen pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, militer, dan relawan sipil dalam memitigasi karhutla yang terus meluas sejak awal bulan.
“Juli akhir dan awal Agustus 2025 ini merupakan momen paling penting dan paling kritikal bagi kita semua,” ujar Hanif. Ia menegaskan bahwa lonjakan potensi karhutla harus dihadapi dengan kewaspadaan ekstra.
Tak hanya bertumpu pada kekuatan pemadam darat, KLHK juga mengaktifkan operasi udara secara simultan. Helikopter water bombing telah beroperasi di atas area terbakar sejak awal pekan, menyasar wilayah sulit dijangkau yang berada di dalam bentang gambut.
Dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), serta TNI AU menjadi bagian penting dalam pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Dua pesawat jenis caravan dikerahkan untuk menyemai awan secara intensif di titik-titik kering di seluruh Riau.
“Upaya modifikasi cuaca terus dilakukan dengan jam terbang pagi, sore, dan malam hari. Ini dibarengi dengan pemadaman darat dan bantuan helikopter water bombing,” terang Hanif dalam keterangannya.
Berdasarkan data terkini, dalam dua pekan terakhir, lebih dari 1.000 hektare lahan di Provinsi Riau telah terbakar. Mayoritas kejadian berada di wilayah Rokan Hilir dan Rokan Hulu kawasan yang selama ini menjadi langganan karhutla setiap musim kemarau.
Kondisi cuaca ekstrem memperparah situasi di lapangan. Angin kencang dan kelembaban rendah membuat titik-titik api cepat meluas. Namun demikian, pemerintah bertekad menekan dampak lebih jauh, khususnya agar tidak sampai menimbulkan krisis kabut asap lintas wilayah seperti yang pernah terjadi pada dekade lalu.
Ke depan, pendekatan kolaboratif dan penggunaan teknologi, termasuk pemantauan satelit dan sistem peringatan dini, akan diperkuat untuk mempercepat respons. Pemerintah juga mengingatkan semua pihak, termasuk perusahaan dan masyarakat, agar tidak melakukan pembakaran terbuka dalam bentuk apa pun. []
Diyan Febriana Citra.