SEMARANG – Persidangan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu atau Mbak Ita, beserta suaminya, Alwin Basri, kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (11/08/2025). Dalam agenda sidang replik, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menolak seluruh poin pembelaan dari kedua terdakwa.
Jaksa menegaskan bahwa seluruh langkah penyidikan dan penuntutan dilakukan secara profesional, dengan berlandaskan pada alat bukti yang sah dan keterangan para saksi yang dihadirkan di persidangan.
“KPK telah bekerja secara profesional dengan tugas-tugas yang didasarkan pada alat bukti dan persidangan kepada para saksi,” tegas jaksa di hadapan majelis hakim.
Bantahan yang disampaikan jaksa mencakup empat isu pokok yang diangkat dalam pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya, yaitu soal representasi, iuran kebersamaan, komitmen fee, serta keterlibatan pihak yang disebut sebagai orang dekat.
Pada poin pertama, terkait klaim Alwin Basri yang menyatakan dirinya bukan representasi dari Mbak Ita, jaksa menyebut alasan tersebut tidak masuk akal.
“Seolah-olah mereka tak ada interaksi, padahal mereka suami istri. Patut untuk dikesampingkan,” ujar jaksa.
Poin kedua menyangkut bantahan Mbak Ita terkait keterlibatannya dalam iuran kebersamaan. Jaksa menyatakan terdapat bukti permintaan dana sebesar Rp 300 juta dari Mbak Ita kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Selanjutnya, dalam isu komitmen fee proyek di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, jaksa mengungkapkan bahwa Alwin Basri ikut mengatur dan menerima komitmen fee dari Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, Martono, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
“Terdakwa dua mengupayakan agar Martono mendapatkan pekerjaan,” kata jaksa.
Pada poin keempat, jaksa membantah klaim penasihat hukum yang menyebut Kapendi bukan orang dekat terdakwa. Menurut jaksa, Kapendi merupakan bagian dari tim sukses Mbak Ita ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Semarang, yang dibentuk oleh tim relawan Realita.
Sidang replik ini menjadi tahap penting dalam proses hukum yang menjerat pasangan tersebut. Sebelumnya, jaksa telah menuntut hukuman enam tahun penjara untuk Mbak Ita dan delapan tahun penjara untuk Alwin Basri, terkait dugaan pengaturan proyek dan pungutan di lingkungan Pemkot Semarang.
Dengan penolakan replik ini, persidangan akan berlanjut pada agenda putusan majelis hakim, yang akan menentukan apakah seluruh dakwaan jaksa akan dikabulkan atau justru pembelaan terdakwa dapat memengaruhi vonis. []
Diyan Febriana Citra.