CIREBON – Kasus penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang menimpa dua siswi SMA di Kota Cirebon, Jawa Barat, memicu keprihatinan mendalam sekaligus perdebatan mengenai perlindungan anak di era digital. Insiden ini melibatkan tiga siswa satu sekolah yang diduga mengedit foto korban hingga bermuatan asusila menggunakan aplikasi berbasis AI.
Kuasa hukum korban, Riyan Budiyanto dari Kantor Hukum Riyan Budiyanto, SH and Partners, menegaskan pihaknya bersama orang tua korban telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan kasus ini ke Polres Cirebon Kota pada Minggu (24/08/2025) malam.
“Kami melaporkan permasalahan hukum ini demi rasa keadilan bagi klien kami. Foto mereka diambil dari akun media sosial lalu diedit menggunakan AI hingga seolah-olah telanjang. Akibatnya, klien kami mengalami trauma mendalam,” ujar Riyan Budiyanto.
Menurut Riyan, langkah hukum diambil lantaran sanksi internal dari pihak sekolah dianggap tidak memadai. Tiga terduga pelaku hanya mendapat surat peringatan (SP). Padahal, dampak yang dialami korban sangat serius, baik secara psikologis maupun sosial.
Kasus ini menyoroti celah besar dalam penggunaan teknologi AI yang semakin mudah diakses pelajar. Penyalahgunaan semacam ini tidak hanya mencoreng nama baik korban, tetapi juga berpotensi menimbulkan trauma panjang. Kuasa hukum juga meyakini masih ada korban lain yang belum berani melapor karena tekanan sosial.
“Jalur hukum lebih penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku. Kami percaya Polres Cirebon Kota dapat bekerja secara profesional dan berintegritas serta menghadirkan rasa aman dan keadilan bagi korban,” tegas Riyan.
Pihaknya juga menolak undangan mediasi yang diajukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Cirebon. Menurut kuasa hukum, pendekatan mediasi dianggap tidak cukup untuk menutup luka dan memberikan perlindungan hukum jangka panjang bagi korban.
Selain menuntut keadilan, pihak kuasa hukum menekankan pentingnya proses hukum yang transparan agar kasus serupa tidak terulang. “Kami berempati kepada para korban. Semoga keadilan yang diperoleh kelak bisa menjadi langkah awal penyembuhan luka psikologis mereka,” kata Riyan.
Kasus ini menjadi alarm bagi sekolah, orang tua, dan pemerintah untuk memperketat pengawasan penggunaan teknologi digital di kalangan pelajar. Di satu sisi, AI membawa manfaat besar, tetapi tanpa literasi digital yang memadai, teknologi ini bisa menjadi alat penyalahgunaan yang merugikan.
Pakar perlindungan anak menilai, ke depan perlu ada regulasi lebih tegas terkait konten rekayasa digital. Perlindungan hukum bagi anak dan remaja yang menjadi korban eksploitasi berbasis teknologi juga harus diperkuat. Tidak hanya sanksi administratif, tetapi juga hukuman pidana yang setimpal agar menimbulkan efek jera.
Kasus di Cirebon ini diharapkan bisa menjadi momentum untuk memperkuat literasi digital di sekolah dan lingkungan keluarga. Dengan demikian, teknologi bisa dimanfaatkan secara positif, tanpa merugikan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. []
Diyan Febriana Citra.