BENGKULU – Penindakan hukum terhadap dugaan korupsi di sektor pertambangan kembali mencuat di Bengkulu. Pada Selasa (29/07/2025), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menyegel fasilitas penimbunan (stockpile) batubara milik dua perusahaan swasta, yakni PT Inti Bara Perdana (IBP) dan PT Ratu Samban Mining (RSM). Langkah ini merupakan bagian dari proses penyidikan yang menguak potensi kerugian negara mencapai Rp 500 miliar.
Langkah penyegelan ini tidak hanya mencakup lokasi penumpukan batubara, tetapi juga menyasar enam unit alat berat dan empat truk operasional yang berada di lokasi di kawasan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu. Tim penyidik juga memasang garis pengaman bertuliskan “adhyaksa line” sebagai tanda lokasi dalam pengawasan hukum.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, menyampaikan bahwa tiga titik stockpile yang disegel, dua di antaranya masih menyimpan batubara milik PT IBP, sementara satu titik milik PT RSM dalam kondisi kosong. “Selain stockpile, mobil truk dan alat berat juga disegel dengan memasang garis adhyaksa line,” ujar Ristianti saat dikonfirmasi.
Saat ini, penyidik masih menunggu hasil perhitungan volume batubara yang dilakukan melalui pemantauan citra udara menggunakan drone. “Untuk jumlah stoknya belum bisa kita hitung, karena masih menunggu hasil gambar drone langsung,” tambahnya.
Sebelumnya, pada Rabu (23/07/2025), Kejati Bengkulu telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus penjualan batubara fiktif yang diduga merugikan keuangan negara hingga setengah triliun rupiah. Mereka antara lain adalah Bebby Hussie (Komisaris PT Tunas Bara Jaya dan pemilik saham PT IBP), Sutarman (Direktur PT IBP), Agusman (Marketing PT IBP), Julis Sho (Direktur PT TBJ), Saskya Hussie (General Manager PT IBP), serta dua pejabat dari institusi lain yaitu IS (Kepala Sucofindo Bengkulu) dan ES (Direktur PT RSM).
Dalam penyidikan mendalam, Kejati mendapati indikasi kuat bahwa kegiatan pertambangan dilakukan di luar wilayah izin yang sah (IUP), bahkan hingga masuk ke dalam kawasan hutan yang dilindungi. Selain itu, praktik penjualan batubara fiktif turut memperparah kerugian negara, baik dari sisi penerimaan negara maupun kerusakan lingkungan.
Kejati Bengkulu juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk kantor PT RSM, Sucofindo, dan Pelindo Regional II Bengkulu, untuk mengamankan bukti-bukti yang relevan dengan praktik penyimpangan tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan lemahnya pengawasan dalam praktik pertambangan, serta dugaan keterlibatan pihak swasta dan lembaga verifikasi dalam memperlancar kegiatan ilegal. Kejati Bengkulu menegaskan akan menuntaskan kasus ini secara transparan dan profesional untuk memulihkan kerugian negara dan menegakkan keadilan. []
Diyan Febriana Citra.