MEDAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi permintaan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek jalan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti permintaan tersebut.
“Jaksa setelah sidang ini akan membuat laporan di persidangan. Laporan seperti apa, misalkan ada permintaan, ya kita tinggal menindaklanjuti,” ujar Asep, Jumat (25/9).
Menurut Asep, permintaan hakim untuk menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi merupakan hal yang wajar, terutama karena ia menjabat sebagai Gubernur Sumut sekaligus atasan dari Topan Ginting, Kepala Dinas PUPR Sumut yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Terkait permintaan menghadirkan saksi, itu hal yang lumrah. Apalagi dalam perkara ini ada pergeseran anggaran,” jelasnya.
Asep menambahkan, mekanisme pemanggilan Bobby tidak memerlukan pemeriksaan pendahuluan oleh penyidik. Kehadirannya akan langsung dilakukan di persidangan.
“Apabila dipenuhi, apakah diperiksanya akan dibawa ke Jakarta? Tidak, itu langsung biasanya. Karena tahapnya sudah di persidangan. Jadi saksi-saksi yang diminta itu langsung dihadirkan di persidangan,” terangnya.
Ia juga menyebut, materi pemeriksaan terhadap Bobby akan lebih dahulu dikoordinasikan dengan Jaksa KPK agar proses berjalan efektif dan tidak berlarut-larut.
Kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Dari hasil penyelidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka, yakni Topan Ginting (Kadis PUPR Sumut), Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua PUPR Sumut), Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Sumut), M. Akhirun Pilang (Direktur PT DNG), dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT RN).
Perkara ini terbagi menjadi dua klaster. Klaster pertama terkait empat proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua mencakup dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek tersebut mencapai Rp231,8 miliar.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga M. Akhirun Pilang dan M. Rayhan Dulasmi Pilang bertindak sebagai pemberi suap. Penerima dana pada klaster pertama adalah Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan pada klaster kedua adalah Heliyanto.
Kasus ini terus bergulir di pengadilan dan menjadi perhatian publik, terutama setelah adanya usulan untuk menghadirkan Gubernur Bobby Nasution sebagai saksi dalam persidangan.[]
Putri Aulia Maharani