PEMALANG — Sebuah pengajian akbar yang menghadirkan tokoh kontroversial Habib Rizieq Shihab di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Pemalang, Rabu (23/07/2025) malam, berubah menjadi ajang bentrokan fisik antara dua kelompok masyarakat. Peristiwa ini menjadi pengingat betapa rapuhnya toleransi sosial ketika ruang publik dimanfaatkan tanpa konsensus dan kesiapan sosial yang matang.
Insiden bermula ketika dua kelompok yang berbeda pandangan mengenai kehadiran Habib Rizieq terlibat cekcok di sekitar lokasi pengajian. Ketegangan meningkat menjelang Kamis dini hari dan akhirnya memicu kericuhan yang sulit dikendalikan. Lemparan batu, kayu, botol, bahkan senjata tajam mewarnai bentrokan fisik antara massa pendukung dan penolak pengajian tersebut.
Akibat kejadian tersebut, lima orang mengalami luka, termasuk seorang anggota kepolisian yang terkena lemparan benda keras. Mereka segera dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.
Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, membenarkan adanya korban luka. Ia menyatakan bahwa hingga kini jumlah pasti korban masih dalam proses pendataan.
“Ada gesekan dan ada korban yang sudah dirawat di rumah sakit. Jumlah korban masih didata, kami belum dapat laporan pasti,” ujarnya, Kamis (24/07/2025).
Hingga Kamis pagi (24/07/2025), aparat keamanan masih disiagakan di beberapa titik strategis di Desa Pegundan. Penjagaan ketat dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya bentrokan susulan.
Peristiwa ini menyisakan pertanyaan besar mengenai kesiapan masyarakat dalam mengelola perbedaan pandangan, terutama dalam konteks kegiatan keagamaan yang melibatkan massa besar. Ketegangan sosial yang berujung kekerasan seperti ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan dialog, komunikasi terbuka, dan mediasi oleh tokoh masyarakat atau pemerintah daerah sebelum acara berlangsung.
Di sisi lain, aparat keamanan juga tengah melakukan penyelidikan guna mengidentifikasi pemicu utama kerusuhan. Namun hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari panitia pengajian terkait situasi tersebut.
Kejadian di Pemalang ini harus menjadi pelajaran bahwa penyelenggaraan kegiatan yang berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, apalagi dengan melibatkan tokoh publik yang menimbulkan pro dan kontra, harus dilakukan dengan memperhatikan sensitivitas sosial masyarakat sekitar. Pemerintah daerah diharapkan lebih aktif dalam memfasilitasi komunikasi antarwarga demi menciptakan iklim yang kondusif dan aman bagi semua pihak. []
Diyan Febriana Citra.