LUMAJANG – Keputusan delapan perguruan tinggi menarik 1.328 mahasiswanya dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN) kolaboratif di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, menimbulkan beragam reaksi. Penarikan ini dilakukan lebih cepat dari jadwal setelah terjadi kasus pencurian sepeda motor yang dialami tiga mahasiswa Universitas Jember (Unej) dan seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri KH. Achmad Shidiq Jember.
Kebijakan tersebut diumumkan oleh pihak kampus dan mewajibkan seluruh mahasiswa meninggalkan desa lokasi KKN paling lambat pada Sabtu (09/08/2025). Keputusan ini sontak membuat banyak mahasiswa merasa kecewa, terutama karena sejumlah program kerja (proker) yang telah disusun bersama warga setempat belum tuntas dijalankan.
Safa Faiza, mahasiswa Universitas Jember yang bertugas di Desa Padang, mengaku resah lantaran janji kepada masyarakat belum terpenuhi.
“Perasaan kami resah karena banyak proker yang belum selesai dan itu kami sudah menjanjikan ke masyarakat bahwa proker ini akan terlaksana,” ujarnya di Kantor Desa Padang, Jumat (08/08/2025).
Meski demikian, Safa dan kelompoknya berinisiatif tetap melanjutkan kegiatan yang sudah direncanakan, namun dengan format berbeda. Mereka memutuskan untuk tidak lagi menginap di balai desa demi mengurangi risiko keamanan, tetapi tetap hadir pada siang hari untuk menyelesaikan proker.
“Jadi, kami akan tetap melanjutkan dulu program kami, tetapi tidak menginap di balai desa,” jelasnya.
Berbeda pandangan disampaikan Yunita, rekan Safa yang juga mahasiswa Unej. Menurutnya, penarikan mahasiswa adalah langkah tepat mengingat fasilitas keamanan di beberapa lokasi KKN minim, terutama untuk penyimpanan kendaraan.
“Ada positifnya karena mengurangi risiko karena sebenarnya di tempat kami tidak ada tempat parkir yang memadai, jadi kami kebingungan untuk parkir,” kata Yunita.
Kejadian ini juga memunculkan kekhawatiran lebih luas terkait keamanan mahasiswa di lokasi KKN. Beberapa pihak menilai kasus pencurian tersebut tidak terjadi secara kebetulan, mengingat modusnya dianggap mirip dengan insiden kriminal lain di wilayah tersebut. Dugaan itu membuat pihak kampus semakin yakin untuk memprioritaskan keselamatan mahasiswa dibanding menyelesaikan program di lapangan.
Di sisi lain, perangkat desa dan warga yang telah menjalin kerja sama dengan mahasiswa KKN juga mengaku kecewa. Banyak program sosial, pendidikan, dan pemberdayaan yang telah direncanakan bersama terpaksa berhenti di tengah jalan. Namun, mereka memahami alasan keamanan yang melatarbelakangi keputusan tersebut.
Penarikan besar-besaran ini menjadi catatan penting bagi perguruan tinggi dan pemerintah daerah untuk meninjau ulang mekanisme pengamanan dalam kegiatan KKN. Meski program ini bertujuan memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk mengabdi kepada masyarakat, faktor keselamatan tetap harus menjadi prioritas utama. []
Diyan Febriana Citra.