Malam 1 Suro, Ratusan Peziarah Menuju Hargo Dalem

Malam 1 Suro, Ratusan Peziarah Menuju Hargo Dalem

KARANGANYAR – Jelang peringatan 1 Suro dalam penanggalan Jawa, Gunung Lawu kembali menjadi tujuan ziarah spiritual yang menyedot perhatian. Ratusan peziarah, sebagian besar merupakan warga lanjut usia, akan memadati jalur pendakian melalui Candi Ceto, Kabupaten Karanganyar.

Fenomena tahunan ini bukan hanya soal tradisi dan kepercayaan, namun juga menjadi tantangan tersendiri bagi tim relawan yang harus memastikan keamanan para peziarah yang menempuh perjalanan tanpa perlengkapan standar pendakian, bahkan sebagian tanpa alas kaki.

Para peziarah tersebut berangkat bukan dengan tujuan wisata, melainkan sebagai bentuk laku spiritual menuju Hargo Dalem, titik yang dianggap sakral di Gunung Lawu. Dalam keyakinan kejawen, bulan Suro terutama malam 1 Suro adalah waktu penuh makna yang diyakini membawa kekuatan spiritual khusus.

“Biasanya kan sudah sepuh-sepuh, sudah tua. Terkadang mereka mendaki itu tidak pakai sandal, sepatu, tidak bawa alas kaki. Itu menjadi perhatian khusus. Karena kami juga mau agak banget ya tidak enak,” ujar Eko Supardi Memora, relawan dari Reco (Relawan Ceto), Rabu (25/06/2025).

Ia mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kelompok relawan lain seperti Himalawu untuk membentuk Pos Induk dan menyebar personel di titik-titik rawan, terutama di Pos 3 dan Pos 5 jalur pendakian. Hal ini penting mengingat sebagian besar peziarah sudah berusia lanjut dan tidak membawa perlengkapan pendakian standar seperti senter, jaket, atau bekal logistik yang memadai.

“Kami persiapan, dari teman-teman Himalawu dan teman-teman relawan yang ada di sini, Reco dan lain-lain, nanti disiagakan hari ini, nanti kami buat posko induk,” jelas Eko.

Ia memperkirakan jumlah pendaki spiritual ini mencapai lebih dari 100 orang, dengan gelombang utama diperkirakan mulai naik pada Kamis (26/06/2025) malam hingga dini hari. Para peserta ritual membawa bunga dan dupa sebagai bagian dari laku sembahyang.

“Yang khusus ritual loh atau sembahyang, ya ratusan lebih sedikit lah, enggak, enggak nyampe 200. Ciri khususnya tidak banyak membawa peralatan. Biasanya bawa dupa atau bunga,” tambahnya.

Bagi masyarakat spiritual Jawa, ritual malam 1 Suro bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan laku batin yang mendalam. Eko menegaskan, bagi mereka, seluruh bulan Suro dianggap penuh energi dan perlu dijalani dengan kesadaran spiritual tinggi.

“Itu kan kalau mungkin kan dari, kalau dari teman-teman spiritual itu 1 Suro itu memang hari-hari yang sakral, maksudnya 1 bulan penuh itu tetap sakral, maksudnya kayak gitu, dipercaya kayak gitu,” tutupnya.

Dengan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap laku spiritual di Gunung Lawu, kesiapan relawan menjadi kunci utama dalam memastikan kegiatan ini berjalan aman dan lancar, terutama bagi para peziarah berusia lanjut yang menempuh jalur berat dengan peralatan minim. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews