SAMARINDA — Kebijakan penyesuaian tarif transportasi online di Kalimantan Timur (Kaltim) menuai polemik berkepanjangan. Maxim, sebagai salah satu pelaku industri, menyuarakan keprihatinan mendalam setelah kantor operasionalnya di Samarinda dan Balikpapan ditutup paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Kaltim pada Jumat, 15 Agustus 2025. Penutupan ini dinilai sebagai langkah yang tergesa-gesa dan tidak sejalan dengan komitmen sebelumnya.
Muhammad Rafi Assagaf, Government Relation Specialist Maxim Indonesia, menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar kesepakatan antara perusahaan dan pemerintah daerah. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya Pemerintah Provinsi Kaltim telah memberikan izin operasional sambil menunggu dilaksanakannya rapat evaluasi terkait kebijakan yang tertuang dalam SK Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.673/2023.
“Kami sangat menyayangkan tindakan penutupan kantor Maxim Samarinda dan Balikpapan. Ini melanggar kesepakatan yang sebelumnya telah terjalin, di mana pemerintah sudah mengizinkan kami beroperasi sampai rapat evaluasi dilakukan,” ujar Rafi.
Dampak dari penutupan ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga oleh ribatan mitra pengemudi dan masyarakat pengguna jasa. Kantor tersebut berfungsi sebagai pusat layanan dan pelatihan yang vital bagi kelancaran operasional. Hilangnya akses terhadap layanan ini berpotensi mengganggu stabilitas pendapatan harian para pengemudi.
“Penutupan kantor sebagai pusat layanan dan pelatihan memiliki dampak langsung dengan hilangnya penghasilan harian bagi mitra pengemudi Maxim dan terjadi kerawanan sosial akibat keresahan mitra dan konsumen,” tambah Rafi.
Lebih jauh, Rafi menyoroti kebijakan kenaikan tarif minimum yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi pasar. Meski Maxim telah berupaya mematuhi aturan tersebut, hasil di lapangan justru menunjukkan penurunan drastis dalam jumlah pesanan dan pendapatan mitra. Tarif baru yang naik dari Rp13.600 menjadi Rp18.800 dinilai tidak efektif dan justru mengurangi minat masyarakat terhadap layanan transportasi online.
“Terjadi penurunan signifikan dalam jumlah pesanan, yang pada akhirnya menurunkan penghasilan harian mitra kami. Penurunan pesanan mencapai 35 persen, sedangkan pendapatan mitra turun hingga 45 persen,” jelas Rafi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu menampung dinamika dan realitas industri transportasi online. Maxim mendorong agar Pemerintah Provinsi Kaltim segera menggelar forum evaluasi tarif yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Tujuannya adalah untuk mencari solusi yang berkeadilan dan berkelanjutan, tanpa mendahulukan kepentingan sepihak.
“Penting bagi kami agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dapat segera menyelenggarakan forum diskusi evaluasi tarif agar dapat menghasilkan keputusan yang adil bagi seluruh pihak tanpa menguntungkan pihak-pihak tertentu,” pungkas Rafi.
Polemik ini menyoroti perlunya keseimbangan antara penegakan regulasi dan dampak sosio-ekonomi yang timbul. Di satu sisi, pemerintah memiliki kewenangan menetapkan aturan, tetapi di sisi lain, kebijakan tersebut haruslah realistis dan tidak mengabaikan keberlangsungan hidup ribuan pengemudi serta kebutuhan masyarakat akan transportasi yang terjangkau.[]
Admin