YOGYAKARTA — Peran organisasi masyarakat berbasis keagamaan kini semakin strategis dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini tampak dari langkah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) terkait pengelolaan dan pemulihan hutan secara berkelanjutan dan berkeadilan.
Penandatanganan kerja sama dilakukan pada Selasa (22/07/2025) di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, dan menjadi penanda keterlibatan aktif Muhammadiyah dalam mendukung agenda nasional di sektor lingkungan hidup.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan pentingnya prinsip moderasi dalam mengelola sumber daya alam, termasuk kawasan hutan. Menurutnya, pembangunan Indonesia harus dilakukan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
“Pengelolaan hutan harus moderat. Ini jalan tengah untuk membangun Indonesia tanpa merusak alam,” ujar Haedar dalam sambutannya.
Ia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan bukan hanya berada di pundak pemerintah, tetapi menjadi kewajiban seluruh elemen bangsa. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, mengusung prinsip etika lingkungan dalam setiap kiprahnya.
“Kita harus memanfaatkan kekayaan hayati dengan cerdas dan melakukan pemulihan ketika terjadi kerusakan,” imbuhnya, menekankan pentingnya kesadaran ekologis dalam pembangunan.
Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang hadir langsung dalam agenda penandatanganan MoU tersebut, memberikan apresiasi atas komitmen Muhammadiyah. Ia menyampaikan bahwa berbagai kerusakan hutan yang terjadi saat ini seringkali bermula dari kebijakan dan keputusan para pemegang kekuasaan.
“Kerusakan hutan sangat tergantung pada keputusan para pejabat,” ujarnya dengan tegas.
Dalam kesempatan itu, Raja Juli juga memaparkan sejumlah program prioritas yang saat ini dijalankan Kemenhut, di antaranya kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK), perhutanan sosial, dan perdagangan karbon atau carbon trading. Ketiga program ini dinilai mampu menjadi instrumen penting untuk merestorasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Lebih jauh, ia mengajak Muhammadiyah dan organisasi masyarakat lainnya untuk aktif mengawal dan berkontribusi terhadap pelestarian hutan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan spiritual.
“Semoga MoU ini membawa manfaat nyata untuk kita semua dan bagi kelestarian hutan Indonesia,” tutup Raja Juli.
Kolaborasi lintas sektor ini menandai babak baru dalam pengelolaan lingkungan, di mana nilai-nilai keagamaan dijadikan landasan etis untuk mendukung agenda hijau pemerintah. Muhammadiyah menunjukkan bahwa dakwah tidak hanya menyentuh aspek ibadah, tetapi juga kepedulian terhadap bumi sebagai amanah Ilahi. []
Diyan Febriana Citra.