DENPASAR – Kasus hukum yang menjerat seorang nenek berusia lanjut di Bali menyita perhatian publik. Ni Nyoman Reja, yang kini berusia 93 tahun, bersama 16 anggota keluarganya, tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar atas dugaan pemalsuan dokumen silsilah keluarga. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman pidana penjara selama 1 bulan 4 hari terhadap sang nenek pada sidang yang digelar Selasa (29/07/2025).
Perkara ini bermula dari dugaan pemalsuan dokumen silsilah keluarga I Wayan Riyeg (alm) yang terjadi pada dua rentang waktu, yakni sekitar Mei 2001 dan Mei 2022. Berdasarkan surat silsilah tersebut, para terdakwa menyusun surat pernyataan waris guna mengklaim hak atas lahan seluas kurang lebih 13 hektare. Dokumen yang diduga palsu ini kemudian dipakai sebagai bukti dalam gugatan perdata yang mereka ajukan terhadap lima orang ahli waris sah.
“Peran terdakwa Ni Nyoman Reja adalah mengetahui dan bersepakat untuk membuat silsilah keluarga dan surat pernyataan waris yang tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataannya atau palsu,” ujar Jaksa Dewa Anom Rai dalam pembacaan dakwaan.
Dari 17 terdakwa, masing-masing mendapat tuntutan berbeda. Ni Nyoman Reja dan I Ketut Senta dituntut lebih ringan, yakni penjara 1 bulan 4 hari, lantaran kondisi usia lanjut.
“Hal yang meringankan terdakwa I Ketut Senta sudah berusia 78 tahun dan dalam kondisi tuli, dan Ni Nyoman Reja sudah berusia 93 tahun,” terang Anom.
Berbeda dengan dua terdakwa tersebut, I Made Dharma justru dituntut hukuman pidana tertinggi, yakni penjara selama 3 tahun. Sementara I Ketut Sukadana dan I Made Nelson masing-masing dituntut 1 tahun 6 bulan. Adapun 13 terdakwa lainnya dituntut hukuman penjara selama 1 tahun.
Menurut dakwaan JPU, surat silsilah yang dibuat oleh para terdakwa kemudian digunakan sebagai dasar dalam perkara perdata Nomor 50/Pdt.G/2023/PN.DPS. Perbuatan tersebut dituding merugikan lima orang korban, baik secara materiil maupun imateriil, yang nilai kerugiannya ditaksir mencapai Rp718 miliar lebih.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Selasa (05/08/2025) mendatang. Dalam kesempatan tersebut, para terdakwa akan menyampaikan pembelaan atau pledoi melalui penasihat hukumnya.
JPU menyatakan perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 263 Ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 277 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Gugatan perdata yang menggunakan dokumen silsilah palsu itu dianggap sebagai upaya yang disengaja untuk mengambil alih hak milik orang lain.
Kasus ini menjadi refleksi serius tentang pentingnya keabsahan dokumen dalam perkara warisan. Selain menyoroti aspek hukum, perkara ini juga mengungkap sisi moral dalam perebutan hak waris yang melibatkan keluarga besar, bahkan hingga generasi lanjut usia. []
Diyan Febriana Citra.