PALEMBANG – Persoalan batas wilayah antara Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) kembali mencuat ke permukaan setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muba mengajukan aduan resmi dan mendapat dukungan dari surat Bupati Muba yang meminta penyelesaian tegas terhadap konflik batas wilayah tersebut.
Konflik administratif ini bukan hanya menyangkut garis pemisah antardaerah, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan sosial yang lebih luas di masyarakat. Menyadari urgensi situasi tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) turun tangan dengan memfasilitasi pembentukan tim khusus penyelesaian konflik, yang turut melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dari kedua belah pihak.
“Karena sudah ada surat tembusan ke Presiden, maka kami sebagai pembantu Presiden harus menyiapkan langkah penyelesaian. Kami ingin semua pihak menjaga stabilitas keamanan dan politik di wilayah ini,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Hari Wiranto dalam Rapat Koordinasi Batas Daerah Muba-Muratara di Pemprov Sumsel, Rabu (30/07/2025).
Langkah ini dinilai sebagai pendekatan damai yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan jalur hukum semata. Pemerintah pusat ingin memastikan bahwa konflik administratif tidak berkembang menjadi gesekan horizontal yang dapat merugikan masyarakat di perbatasan.
Wakil Gubernur Sumatera Selatan, Cik Ujang, dalam kesempatan yang sama menekankan pentingnya pendekatan adil dan tanpa kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan batas. Ia menyebut bahwa kejelasan batas wilayah bukan hanya soal wilayah administratif, tetapi juga berdampak langsung terhadap pelayanan publik, kepastian hukum, hingga penataan ruang daerah.
“Penyelesaian batas daerah membutuhkan data valid, komunikasi terbuka, serta komitmen kuat dari seluruh pihak. Oleh karena itu, rakor ini diharapkan bisa memperkuat sinergi dan kesepahaman bersama untuk menghasilkan solusi terbaik,” ucapnya.
Perlu diketahui, Muratara merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Musi Rawas berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2013. Namun, penetapan batas yang definitif di lapangan hingga kini masih menuai perbedaan interpretasi, meski Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 76 Tahun 2014 sebagai revisi dari aturan sebelumnya.
Ironisnya, alih-alih menyelesaikan masalah, Permendagri tersebut justru memicu polemik baru. Masyarakat dan pemerintah Kabupaten Muba menganggap garis batas yang diatur dalam regulasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Meskipun gugatan judicial review telah diajukan ke Mahkamah Agung, hasilnya tidak berpihak kepada Pemkab Muba, dan hingga kini Pemprov Sumsel masih berpegang pada Permendagri 76/2014 sebagai acuan resmi.
Upaya penyelesaian berbasis dialog, kolaborasi lintas sektor, serta keterlibatan tokoh masyarakat menjadi harapan baru untuk meredakan ketegangan dan membangun kesepahaman antarwilayah. Pemerintah pusat berharap, melalui pembentukan tim khusus ini, solusi yang adil dan berkelanjutan dapat segera tercapai demi kepentingan bersama. []
Diyan Febriana Citra.